PERSAINGAN merebut tiket Partai Nasional Demokrat (NasDem) untuk diajukan sebagai Calon Wakil Wali Kota (Wawali) Samarinda nampaknya akan berjalan ketat. Ada calon yang dikabarkan telah menyiapkan modal besar untuk mendapatkan jabatan tersebut. Namun tidak demikian dengan Fatimah Asyari yang mengaku hanya bermodalkan keberanian dan pengalaman selama menjadi akademisi, politisi, hingga pekerja sosial.
Lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu nampak sunyi dari pemberitan media dalam memuluskan langkahnya untuk dipilih sebagai wawali. Tapi siapa sangka, dia telah membangun komunikasi politik dengan Syaharie Jaang, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Viktor Yuan, hingga elite Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Ketika melawat di Sekretariat Kelompok Kerja 30 (Pokja 30) Kaltim, Kamis (12/4) lalu, mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda tiga periode itu mengaku sejatinya program pembangunan Kota Tepian telah tersusun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Masalah pembangunan dan penataan Samarinda bukan lagi pada konsep kepala daerah dan wakil kepala daerah, tetapi keberanian dan tekad menjalankan program yang telah tertuang dalam rencana tahunan daerah
“Karena itu masalanya ada pada nyali. Sering kali kita berani menyusun program, tetapi tidak berani melaksanakannya. Sekarang komitmen melaksanakan itu yang perlu ditekankan. Karena semua program daerah sudah ada di rencana pemerintahan daerah,” sebutnya.
Perempuan yang dikenal ramah itu mengatakan, dirinya yakin semua rencana yang telah disusun pemerintah selama lima tahun pemerintahan Syaharie Jaang dan mendiang Nusyirwan Ismail sudah cukup ideal untuk memperbaiki dan menata Samarinda.
Namun yang belum muncul adalah komitmen untuk menjalankan program tersebut. Meski sudah ada rencana dan tahapan-tahapan untuk menjalankannya, tetapi butuh komitmen, konsistensi, serta kesabaran untuk menjalankannya.
Soal problem mendasar Kota Tepian, Fatimah menegaskan, hanya ada tiga masalah besar yakni banjir, kemacetan, dan kaveling parkir. Tiga masalah tersebut sudah bertahun-tahun tak kunjung diselesaikan.
Disinggung ide pengerukan Sungai Mahakam, lanjut dia, program tersebut dapat dilaksanakan dalam jangka panjang. Namun yang terpenting penanganan banjir dapat dilakukan dengan menata perumahan yang kian hari semakin bertambah.
“Saya bukan ahli dalam menangani banjir. Banyak ahli yang bisa dilibatkan. Laksanakan hasilnya. Selama ini ada konsep membuat polder bagi perumahan yang di atas lima hektare, itu yang harus dilaksanakan,” ucapnya.
Kebijakan berbeda juga dapat diterapkan di pemukiman yang berskala kecil. “Perumahan yang dibangun di area yang ada rawa harusnya jadi daerah resapan air. Kalau pemerintah memberikan izin yang berskala kecil, rumah yang dibangun harus rumah panggung,” saran Fatimah.
Sementara itu merebaknya joki parkir liar dapat diselesaikan dengan beragam langkah. Antara lain pembinaan, komunikasi, dan pengaturan areal yang menjadi domain pemerintah dan swasta. Bila pemerintah mampu menata parkir, dapat dipastikan meningkatkan pendapatan daerah. Contohnya di mal, pemerintah bisa mendapatkan pajak 25 persen, sisanya masuk di kantong pengelola.
Salah satu sebab kemacetan juga disebabkan merebaknya parkir liar yang belum mendapatkan penataan dan penindakan maksimal dari Pemkot Samarinda. “Samarinda punya banyak area parkir. Coba dikelola dengan baik, bisa dapat 100 persen untuk menambah keuangan daerah. Parkir otonom itu ketika dikelola dengan baik, hasil sepenuhnya untuk menambah uang daerah,” tutup dia. (*/um)
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Saksikan video menarik berikut ini: