BONTANG – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bontang dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas III Bontang kebingungan untuk membiayai perawatan para tahanan yang sakit. Gara-garanya, tahun 2017, dana Jaminan Kesehatan Provinsi (Jamkesprov) sudah dihilangkan di daerah.
Padahal setiap warga binaan yang tinggal di Lapas maupun tahanan titipan dari kejari Bontang dan Pengadilan Negeri, apabila sakit, pembiayaannya diklaim ke Jamkesprov.
Dicabutnya atau ditiadakannya Jamkesprov ini, otomatis membuat para jaksa dan kepala Lapas (kalapas) harus memutar otak, mencari dana untuk pengobatan para tahanan dan narapidana.
Kasi Pidum Kejari Bontang Romly Salijo mengaku kondisi ini sudah terjadi Kamis (5/1) lalu, ketika ada tahanan kasus narkoba, bernama Jhon Sukardi (34) yang harus mendapatkan perawatan medis dan opname di RSUD Taman Husada Bontang. John menderita luka membusuk di tubuhnya, yang membutuhkan tindakan operasi.
“Ketika tahanan ada yang sakit, dan jamkesprov sudah dicabut, mau dibiayai dari mana? Itu yang membuat kami bingung,” jelas Romly saat ditemui di ruangannya, Rabu (11/1) kemarin.
Dikatakan Romly, untung saja tahanannya ini memiliki keluarga di Samarinda, dan mau membayar seluruh biaya perawatan. Dirinya tak membayangkan seandainya, ada tahanan yang sakit, lantas tidak ada keluarganya serta kehidupannya miskin. “Itulah yang saya pikirkan, dari mana cari dana kesehatan, sedangkan kami tidak ada anggaran perawatan kesehatan tahanan,” ungkapnya.
Romly menambahkan, untung saat ini baru satu tahanan yang sakit. “Kami cuma berdoa semoga seluruh tahanan sehat dan jangan sakit,” harapnya.
Hal yang sama juga dikeluhkan Kalapas Kelas III Bontang Heru Yuswanto. Karena seluruh warga binaan yang saat ini berjumlah 678 orang, selama sakit menggunakan dana Jamkesprov. “Saya baru tahu jika dana Jamkesprov dihapus,” kata Heru Yuswanto, didampingi anggota Lapas lainnya Agus Salim dan Riza.
Menurutnya, hal ini jelas membingungkan, karena rata-rata sebulan, warga binaan yang sakit mencapai 25 orang. Seperti November 2016, yang sakit ada 28 orang dan Desember ada 22 orang. Sementara selama awal Januari hingga sekarang sudah ada 13 orang.
Disebutkan bahwa di Lapas ada dana pengadaan obat-obatan untuk warga binaan, dengan nominal Rp 10 juta per tahun. Dana tersebut untuk pengadaan obat-obatan ringan seperti jika ada warga yang sakit flu, batuk, sakit gigi, pilek juga maag. Selain itu juga ada dana Rp15 juta, perawatan kesehatan warga binaan untuk transportasi tenaga medis. Dan kegiatan pemusaran atau penguburan sebesar Rp3.300.000, untuk 678 binaaan dalam setahun.
Menurut Heru, dengan dicabutnya Jamkesprov, mereka otomatis harus memutar otak karena tidak mungkin menggunakan dana yang bukan pos nya. “Jamkesprov biasa kita gunakan jika ada warga binaan yang harus dibawa ke Puskesmas ataupun dirujuk ke RSUD,” terangnya.
Saat ini saja, lanjutnya, ada satu pasien warga binaan yang terpaksa harus merogoh saku anggota lapas untuk biaya pendaftaran dan obat. “Biaya pendaftaran di puskesmas biasanya gratis sekarang harus bayar karena tidak ada lagi Jamkesprov,” terangnya.
Heru menyatakan pihaknya tak bisa berbuat apa-apa, karena pagu dana untuk lapas sudah ketok palu. Untuk mensiasati hal tersebut, rencananya ia akan menghadap Walikota Bontang, khusus binaan warga Bontang, karena diketahui warga Bontang, kesehatannya bisa dicover di BPJS atau Jamkesda. “Kami juga akan ke Sangata, karena warga binaan banyak dari Sangatta,” ujarnya. Hal yang sama juga akan dilakukan kejaksaan. Menurut Romly Salijo, ia akan menghadap Walikota Bontang, terkait dihapusnya dana Jamkesprov. (mga)