bontangpost.id – Keberatan pemeriksaan perkara dugaan kredit fiktif yang membelit mantan direksi PT BPR Bontang Sejahtera ditolak oleh majelis hakim. Dalam persidangan putusan sela di Pengadilan Negeri Bontang, Senin (15/11), majelis hakim memutuskan untuk tetap melanjutkan pemeriksaan.
Kepala Pengadilan Negeri Bontang Sofian Parerungan mengatakan pertimbangan dari majelis hakim ialah mengenai penggabungan perkara, itu merupakan kewenangan penuh dari jaksa penuntut umum (JPU). Majelis hakim hanya menerima dan memeriksa surat dakwaan yang diajukan oleh JPU.
“Dipisahkan atau digabungkan itu ranahnya JPU,” kata Sofian.
Sementara mengenai alasan perkara itu masuk pelanggaran administrasi perbankan atau tindak pidana, majelis hakim menilai itu baru bisa diputuskan setelah pemeriksaan pokok perkara. Sehingga materi keberatannya itu sudah masuk dalam pokok perkara.
“Harus diperiksa dulu baru bisa disimpulkan masuk pelanggaran mana. Itulah alasan kami menyatakan keberatan tidak diterima,” ucapnya.
Selanjutnya perkara akan masuk dalam tahapan pembuktian. Rencananya, pekan depan majelis hakim akan mendengarkan keterangan saksi dari JPU. Setelah itu dipersilahkan kepada terdakwa untuk mendatangkan saksi yang meringankan. Menurutnya persidangan bakal dihelat sepekan dua kali. Tiap Senin dan Kamis. Tujuannya untuk mempercepat proses persidangan.
“Supaya cepat selesai. Persidangan dilakukan secara virtual,” tutur dia.
Meski terdapat dua berkas mengenai perkara ini, tetapi proses persidangan akan dihelat sekaligus. Mengingat potensi mengenai saksi yang dihadirkan JPU sama. “Daripada diperiksa dua kali maka lebih efisien bersamaan. Toh keterangannya sama. Perkaranya juga sama. Hanya bedanya ada kerjasama terdakwa dan modus yang dilakukan sendiri,” terangnya.
Ia menargetkan putusan bakal diketuk pada bulan depan. Sebelum masa penahanan habis. “Sebelum masa perpanjangan penahanan habis, perkara sudah diputuskan,” sebutnya.
Sebelumnya diberitakan, penyidikan sebelumnya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pusat. Kemudian berkas ditangani oleh Kejaksaan Agung. Setelah itu Kejari Bontang menerima limpahan penanganan perkara pada 14 Oktober.
Modus yang dilakukan kedua terdakwa ialah penggunaan data lama debitur. Padahal debitur tersebut tidak mengajukan peminjaman dana di PT BPR Bontang Sejahtera. Kurun 2016-2018.
Modus yang dilakukan keduanya tercatat kerugiannya mencapai Rp 500 juta. Dengan total 10 debitur. Di tambah Yunita yang diduga melakukan sendiri dengan kerugian Rp 365 juta sebanyak 8 debitur. Dua berkas akhirnya diajukan oleh jaksa penuntut umum ke Pengadilan Negeri Bontang.
Terdakwa disangka melanggar pasal 49 ayat 1 huruf A UU 10/1998 yang diubah dari UU 7/1992. Dengan ancaman penjara 5-15 tahun. Di tambah denda sepuluh hingga 200 miliar rupiah. Keduanya telah dilakukan penahanan di Lapas Bontang sejak 14 Oktober silam. (*/ak)
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Saksikan video menarik berikut ini:
Komentar Anda