SANGATTA – PT Kemilau Indah Nusantara (KIN) akhirnya terbukti bersalah melakukan pencemaran di Bengalon. Pencemaran tersebut bukan karena limbah perusahaan, akan tetapi akibat aktifitas perkebunan yang membuat sungai tercemar. Sebab, dari hasil uji laboratorium yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), tidak ditemukan karakter air limbah, akan tetapi lebih dominan kadar asam (PH). Juga, terdapat kandungan pirit di dalam air tersebut. Pirit adalah mineral berwarna kekuningan dengan kilap logam yang cerah. Pirit memiliki rumus kimia FeS2 (disulfida besi) dan merupakan mineral sulfida yang paling umum dijumpai.
Dikatakan Kepala DLH, Encek Achmad Rizal Rafiddin, hasil uji labolatorium tersebut sudah dipersentasekan didepan pemerintah dan DPRD beserta manajemen PT.KIN. Dari kesepakatan bersama tersebut, akhirnya DLH mengeluarkan 11 sanksi administrasi kepad PT.KIN. Diantaranya, melakukan identifikasi kandungan pirit dan kedalaman lapisan pada masing-masing blok di lokasi perkebunan, paling lama 4 (empat) bulan.
Pengisolasian area dengan sedimen yang mengandung pirit yang telah terekspose dan mengalami oksidasi, paling lama 2 (dua) bulan, mengatur level air pada drainase sesuai dengan kedalaman lapisan kaya akan sulfide (FeS2=pirit), dan memastikan setiap lapisan harus tetap terendam, paling lama 1 (satu) bulan, dan menutup sementara pintu drainase (Watergate atau bangunan pengendali air) sampai memenuhi baku mutu pada lampiran II Perda Povinsi Kalimantan Timur Nomor 02 tahun 2011 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, paling lama 2 (dua) bulan.
Kemudian, mengelola air drainase sebelum dialirkan ke Sungai Bengalon dengan baku mutu berdasarkan hasil kajian oleh ahli dan membangunan Keramba Ikan Sebagai Indikator Kualitas Air Sungai, paling lama 4 (empat) bulan, membuat embung atau waduk yang berfungsi sebagai sumber cadangan air untuk mengantisipasi kekeringan yang terjadi pada musim kemarau, paling lama 1 (satu) tahun dan membangun Irigasi yang berfungsi menambah air kedalam wilayah perkebunan, paling lama 1 (satu) tahun.
Selanjutnya, membuat kajian dampak pencemaran Sungai Bengalon (pH<3,5) terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman, kualitas tanah dan air tanah, serta kesehatan masyarakat, paling lama 4 (empat) bulan, mengajukan permohonan perubahan izin lingkungan akibat adanya perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup terhadap kegiatan pengelolaan air drainase paling lama 1 bulan dan membuat rencana penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya, Paling lama 2 (dua) bulan.
“Sebenarnya hanya 10 sanksi saja yang kita berikan. Sedangkan yang satunya, merupakan kewajiban internal perusahaan saja untuk masyarakat lokal disana (Bengalon,red). Yakni berupa pengembangan ekonomi masyarakat. Itu semua kesepakatan masyarakat dan perusahaan. Semua tergantung permintaan masyarakat,” katanya.
Dirinya patut bersyukur, lantaran PT.KIN mengaku siap menanggung semua konsekuensi yang sudah ditetapkan. Berdasarkan hal itu, DLH tetap mempersilahkan PT.KIN untuk beroperasi seperti biasa sembari menjalankan semua tuntutan tersebut.
“Mereka sepakat dan siap menindaklanjuti. Perusahaan cukup respon, dan menyambut baik. Tetapi, semua itu akan terus kita lakukan pemantauan,” katanya.
Sebelumnya PT KIN dilaporkan camat dan masyarakat Bengalon ke Badan Lingkungan Hidup (BLH) karena diduga melakukan pencemaran yang berimbas ke Sungai Bengalon. Dalam laporan tersebut ditemukan, keadaan sungai tengah keruh dan berlumpur. Akibatnya, air tidak dapat dimanfaatkan lagi. Selang sehari laporan, BLH langsung menerjunkan tim untuk memastikan hal tersebut. Pada saat kunjungan kelapangan. Fakta berkata lain. Untuk sementara ditemukan asal muasal kekeruhan air tersebut berasal dari arah hulu sungai yang mengalir ke PT.KIN. Meskipun begitu, BLH berjanji akan melakukan penelusuran ulang terkait laporan tersebut.
Belum sempat melakukan invenstigasi lapangan, BLH kembali mendapatkan laporan kedua dari masyarakat Bengalon.Tidak berbeda pada laporan pertama, terduganya ialah PT.KIN. Dalam pertemuan tersebut, sedikitnya ada ada tiga unsur keluhan masyarakat. Yakni, masyarakat terganggu dengan keberadaan perusahaan, hilangnya penghunui sungai air terasa gatal jika dimanfaatkan dan minimnya air bersih. (dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: