MALANG – Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Susi Pujiastuti menyampaikan, kedaulatan ekonomi kelautan adalah harga mati bagi bangsa Indonesia. Mengutip pernyataan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Susi menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh lagi memunggungi lautan.
“Air dan lautan adalah masa depan bangsa Indonesia. Berbicara masa depan itu bukan tentang bicara anak-cucu kita saja, tapi anak dan cucu dari anak-cucu kita. NKRI tidak boleh hilang dalam masa seratus tahun pun,” kata Susi di hadapan para wisudawan dan orang tua wisudawan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (25/2) lalu.
Dalam orasi ilmiahnya, Susi menyampaikan Indonesia yang wilayahnya 2/3 adalah air atau lautan, telah mengklaim dirinya sebagai agriculture country. “Kita membangun dengan skenario land base development. Kita lupa bahwa 70 persen wilayah kita adalah air. Perbatasan yang membatasi serta melindungi kedaulan negara kita adalah 99,7 persen juga air,” ujar Susi.
Karena skenario yang salah dan ide yang tidak sesuai dengan fakta geografis Indonesia, membuat Indonesia jauh tertinggal dalam pembangunan dunia kemaritiman. “Bahkan lebih parah lagi, selama beberapa dekade, ribuan kapal-kapal dari negeri tetangga sehari-harinya melaut dan mengambil ikan serta sumber daya laut Indonesia. Kita seolah membiarkan,” tegas Susi.
Hasil sensus pada 2003 sampai 2013 menunjukan bahwa angka rumah tangga nelayan Indonesia turun dari sebelumnya 1 juta 6 ratus, hanya tinggal menjadi 800 ribu saja. Sehingga jika diprosentasikan pendapatan rumah tangga nelayan hilang 50 persen. “Karena hidup sebagai nelayan, sudah tidak lagi mencukupi atau mendapatkan hasil yang bisa untuk menopang hidup. Karena ikannya makin tidak ada,” imbuh Susi.
“Jadi ilegal unreported dan unregulated fishing ini telah terjadi bertahun-tahun. Tidak pernah ada industri perikanan di Indonesia timur jalan karena pabriknya hanya pabrik bangunan saja, sementara kapal ikan langsung tangkap, langsung bawa pergi saja,” ujar Susi.
Dengan demikian, peran serta ilmuan-ilmuan, tokoh masyarakat termasuk para sarjana untuk melakukan visibility study, bagaimana membuat agar Indonesia sebagai central gravity itu dapat terlaksana. “Tentu kita juga perlu banyak terobosan-terobosan baru,” ungkap Susi.
Selain Susi, sejumlah tokoh bangsa turut hadir dalam gelaran yang mengukuhkan 947 wisudawan dari program diploma, sarjana, dan pascasarjana ini. Di antaranya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang juga ketua Badan Pembina Harian (BPH) UMM, HA Malik Fadjar, CEO CT Group Chairul Tanjung, serta Komisaris Utama Bank Mega Syariah, Mohammad Nuh yang merupakan mantan Menteri Pendidikan Nasional Indonesia tahun 2009 hingga 2014. (zul)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post