Walaupun sudah dipastikan menambang batu bara berbekal izin palsu, hingga saat ini, penambangan terlarang itu masih eksis beroperasi.
bontangpost.id – Panitia Khusus (Pansus) Investigasi Pertambangan bentukan DPRD Kaltim mulai mengumpulkan data jaminan reklamasi (jamrek) dan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) tambang di Kaltim. Hal itu ditempuh lewat inspeksi mendadak sepanjang 24–27 November 2022. “Ada tiga kabupaten/kota yang kami tinjau dalam sidak itu. PPU (Penajam Paser Utara), Bontang, dan Kutim (Kutai Timur),” ucap Ketua Pansus Investigasi Pertambangan Syafruddin kepada Kaltim Post (30/11).
Tim dibagi dua untuk mengefisiensikan waktu menelusuri sejauh mana kontribusi jamrek dan CSR pertambangan untuk Kaltim. “Ke PPU sendiri, lalu ada tim yang ke Bontang dan Kutim yang dipimpin wakil ketua pansus,” jelasnya. Perusahaan apa saja yang disambangi para wakil rakyat Benua Etam itu, politikus PKB Kaltim ini menuturkan. “Untuk detail tanya ke wakil ketua pansus (M Udin) ya, saya ada kegiatan partai,” singkatnya. Dikonfirmasi terpisah, Wakil Ketua Pansus Investigasi Pertambangan M Udin menjelaskan, di PPU, pansus menyambangi satu perusahaan tambang yang mengantongi izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
Soal jamrek, menilik data awal yang didapat pansus, perusahaan-perusahaan itu sudah memenuhi kewajibannya. Untuk CSR, pansus lebih menyasar pada seperti apa dan sejauh mana dana sosial itu digunakan dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM). Secara umum, jalannya PPM dari semua perusahaan pengeruk emas hitam itu dinilainya belum 100 persen. Karena itu, para legislator yang bertugas di pansus akan mencoba mengawal agar capaian PPM itu bisa maksimal. “Masa nanti ketika mereka sudah tak beroperasi, masyarakat akan tetap mengalami ketertinggalan. Harusnya dengan hadirnya mereka ada kemajuan di daerah sekitar,” jelas politikus muda Golkar ini.
Lalu, bagaimana dengan sorotan pansus terkait 21 IUP abal-abal yang sempat diatensi di awal pansus dibentuk? Udin menegaskan, persoalan 21 IUP tetap jadi target kerja pansus bersanding bersama penyaluran jamrek dan CSR. Untuk kasus 21 IUP abal-abal, mereka menilai, hasil dari dua kali rapat dengar pendapat bersama Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim, Biro Umum, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, hingga Dinas Lingkungan Hidup (DLH), sudah cukup.
Apalagi terungkap DPMPTSP meminta Inspektorat Wilayah (Itwil) Kaltim untuk mengaudit dua surat bertanda tangan Gubernur Kaltim Isran Noor yang menjadi dasar penambang ilegal beraksi. Dua surat itu bahkan sudah divalidasi palsu dan gubernur juga sudah menyampaikan klarifikasi secara tertulis. Jika gubernur tak pernah menandatangani dua surat yang bernomor 5503/4938/B.Ek pada 14 September 2021, dan 503/5013/DPMPTSP-IV/IX/2021 tertanggal 21 September 2021.
Surat klarifikasi dengan nomor 503/8424/DPMPTSP, tertanggal 13 September 2022 itu menuangkan keterangan jika gubernur tak pernah menerbitkan surat pengantar dan permohonan tindak lanjut pengaktifan data Minerba One Data Indonesia (MODI), Minerba Online Monitoring System (MOMS), dan Elektronik Pendapatan Nasional Bukan Pajak (ePNBP) perusahaan-perusahaan itu. “Di awal, asumsi yang muncul mengapa gubernur pasif jika tanda tangannya dipalsukan. Terungkapnya surat klarifikasi itu pansus memaknai surat itu sebagai tindakan gubernur. Ditambah, kasus ini sudah dilaporkan ke kepolisian, Polda Kaltim untuk ditindak,” jelasnya. Kini pansus ingin menelisik apakah dua surat pengantar abal-abal itu meluncur hingga Kementerian ESDM. Koordinasi dengan kementerian pun sudah dijadwalkan pada 7 Desember.
“Kami ingin mengecek apakah pusat menerima surat itu. Di Kaltim sudah dipastikan abal-abal, karena kita tahu mereka (ke-21 perusahaan tambang) beroperasi dan eksplorasi. Bahkan informasi yang kami dapat masih ada yang beraktivitas hingga kini,” jelasnya. (riz/k16)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post