SAMARINDA – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim meminta Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan Iklim tidak hanya membuang uang rakyat dalam menyusun aturan tersebut.
Pasalnya, bila Peraturan Daerah (Perda) yang dihasilkan hanya mendorong penghijauan, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengaturnya.
Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang menyebut, Pansus Raperda Perubahan Iklim harus mampu menghasilkan aturan yang dapat membawa perubahan radikal bagi pengelolaan lahan di Benua Etam.
“Dalam Raperda Perubahan Iklim itu, harusnya ada perubahan kebijakan pembukaan lahan dalam skala besar untuk kepentingan industri. Karena dari situlah kontribusi terbesar perubahan iklim di Kaltim,” kata Pradarma, Selasa (10/4) kemarin.
Dia mengungkapkan, perda tanpa disertai kebijakan strategis bagi pembukaan lahan untuk kepentingan industri hanya akan sia-sia belaka. Apalagi perda hanya mendorong perusahaan-perusahaan batu bara dan perkebunan kelapa sawit melakukan penghijauan.
Alih fungsi lahan besar-besaran, lanjut dia, telah memicu emisi karbon yang cukup mengkhawatirkan di Kaltim. Sejauh ini sudah ada 5,3 juta hektare lahan yang dikonversi untuk area perusahaan batu bara.
“Kemudian 2,5 juta hektare lahan untuk perusahaan kelapa sawit dan sebanyak 3,8 juta hektare lahan untuk Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Selain itu, sekira 1,5 juta hektare untuk Hutan Tanaman Industri (HTI) dan izin usaha lainnya,” ungkap dia.
Dikatakan Pradarma, perubahan iklim juga disebabkan rakusnya perusahaan mengunakan energi tak terbarukan. PT Kaltim Prima Coal (KPC) misalnya, setiap tahun menghabiskan solar sebanyak 900 ribu liter. Sebanding dengan setahun konsumsi solar publik Kaltim.
Emisi karbon di Kaltim juga dihasilkan dari operasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Setiap tahun proyek kelistrikan itu terbilang besar memakan energi tak terbarukan.
Terlebih mencuatnya kebijakan kotroversial Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak yang memberikan izin tambang batu gamping di Kecamatan Sangkulirang, Kabupaten Kutai Timur.
Kemudian, belakangan beredar kabar pemerintah provinsi akan mengeluarkan izin pabrik semen di Kecamatan Biduk-biduk, Kebupaten Berau. “Kebijakan itu memperkuat dekradasi karbon yang dihasilkan di Kaltim. Efeknya akan berpengaruh pada perubahan iklim,” tegasnya.
Dia menyarankan, solusi bagi masalah tersebut yakni DPRD Kaltim harus mendorong pemerintah meminimalisir ketergantungan pada energi fosil. “Harus beralih pada energi yang terbaharukan,” sarannya.
Sementara itu, Ketua Pansus Raperda Perubahan Iklim, Sarkowi V Zahry mengungkapkan, dalam raperta tersebut perusahaan akan didorong untuk memperhatikan perubahan iklim yang terjadi di Kaltim.
Pasalnya selama ini perusahaan hanya memperhatikan penghijauan. Perusahaan juga hanya menjalankan tanggung jawab sosialnya pada masyarakat. Padahal perubahan iklim menjadi tanggung jawab terpenting perusahaan.
“Dalam raperda nanti akan ada reward and punishment terhadap perusahaan. Reward-nya, sertifikasi bagi perusahaan skala nasional yang memperhatikan aspek lingkungan,” sebutnya.
Sarkowi belum bisa menyebutkan sanksi secara gamblang yang akan diberikan pada perusahaan yang lalai pada perubahan iklim. Hanya saja dia menjamin akan ada sanksi yang diberikan pada perusahaan yang tidak mengendalikan perubahan iklim. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: