SAMARINDA – Ribuan driver transportasi online menggelar aksi di DPRD Kaltim, Selasa (10/4) kemarin. Unjuk rasa tersebut sebagai tindak lanjut dari aksi sebelumnya di kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Kaltim yang menuntut agar manajemen aplikasi Gojek dan Grab mengkaji ulang penerapan tarif yang terlalu rendah.
“Ini merupakan kelanjutan aksi yang lalu, dengan tuntutan terkait dengan tarif. Serta kami meminta dibuatkan payung hukum tentang roda dua, agar kami terlindungi dari sisi hak-hak ketenagakerjaan,” kata Irfan selaku koordinator aksi.
Irfan menjelaskan, tarif yang terlalu rendah membuat driver dirugikan. Pasalnya, pengelola transportasi daring menurunkan tarif angkut yang semula Rp 8 ribu menjadi Rp 4 ribu, akibat persaingan antarperusahaan.
“Dulu, tarif minim itu Rp 10 ribu, lalu dipotong Rp 2 ribu, kalau sekarang jadi Rp 5 ribu dipotong Rp 1.000. Kami menuntut agar ada tarif yang sama antara pengelola transportasi online, kalau tidak driver yang jadi korban,” tuturnya.
Dia mengaku, pendapatan per hari menurun akibat banyaknya pengemudi ojek yang bergabung ke Gojek maupun Grab. Sebelumnya di Samarinda hanya ada 4 ribu pengemudi Gojek. Namun sekarang lebih dari 8 ribu pengemudi.
Sedangkan untuk pengemudi ojek yang tergabung di Grab saat ini jumlahnya ada sekitar 4 ribu orang. Sehingga total jumlah pengemudi ojek daring di Samarinda saat ini ada sekira 12 ribu orang.
“Dulu kami para Gojek dalam sehari bisa mengantongi penghasilan antara Rp 400-500 ribu. Sekarang mencari Rp 80 ribu per hari saja sulit. Ini akibat jumlah pengemudi driver online meningkat dan pemberlakuan potongan dari perusahaan yang terlalu tinggi,” sebutnya.
Dalam aksi tersebut bersama rekan driver online, lanjut Irfan, ada tiga tuntutan yang dibawa ke DPRD Kaltim. Pertama menuntut pihak manajemen Gojek dan Grab agar mengembalikan tarif seperti semula. Dikarenakan tarif yang berlaku sekarang sangat merugikan para driver.
Selain itu, Irfan dan kawan-kawannya meminta pemerintah daerah agar memanggil pihak manajemen Gojek dan Grab, untuk membicarakan mengenai kesepakatan tarif dasar antara keduanya. Supaya ada kesepakatan yang tidak merugikan driver online di Kaltim, khususnya Samarinda.
Kedua, para driver menuntut pihak manajemen Gojek dan Grab membatasi penerimaan driver baru di Samarinda. Karena semakin banyaknya driver online menyebabkan semakin susahnya driver untuk mendapatkan orderan. Selain itu, meminta pemerintah daerah untuk mengawasi pihak manajemen aplikator untuk mentaati kesepakatan tersebut.
Ketiga, menuntut pemerintah pusat maupun daerah segera mengeluarkan payung hukum terkait dengan keberadaan driver online roda dua di Kaltim. Sehingga keberadaan driver online roda dua secara resmi legalitasnya dapat diakui oleh masyarakat maupun pemerintah.
“Tanggal 23 April mendatang akan ada aksi secara nasional lagi. Jangan sampai aspirasi yang kami bawa ke DPRD Kaltim sia-sia. Semoga pejabat pusat bisa mengerti apa yang kami rasakan,” katanya.
Anggota Komisi I DPRD Kaltim, Jahidin mengapresiasi langkah para driver ojek online yang tertib dalam menyuarakan aspirasinya. Karenanya, ia berjanji akan memperjuangkan tuntutan para driver.
“Aspirasi yang sudah disampaikan para driver ojek online, akan segera kami tindak lanjuti. Kami akan mendukung dan memperjuangkan aspirasi para driver,” tuturnya. (*/aj)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: