Satu lagi aturan yang bakal membuat pengendara garuk-garuk kepala. Undang-Undang 22/2009. Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. Diyakini bakal membuat gerah angkutan berbasis aplikasi daring. Juga bagi pengguna jalan yang tidak yakin arah tujuannya, mudah tersesat, atau mencari kemudahan menemukan arah menggunakan global positioning system (GPS) di telepon seluler.
Beleid ini sudah diterapkan sepekan. Polisi menyebut, siapa saja yang mengoperasikan GPS di ponselnya saat berkendara, bakal disanksi. Denda Rp 750 ribu. Atau kurungan badan tiga bulan.
Tak ayal, banyak yang menginginkan aturan ini direvisi. Terutama mereka yang merasa pro perubahan. Aturan dianggap menghambat kemajuan zaman.
“Kok saya tidak tahu (soal penerapan UU 22/2009),” kata Widi Hartoyo alias Yoyo, Senin (11/2) lalu.
Yoyo sudah empat tahun menjalani profesi pengojek online. Setiap menerima order, telepon pintarnya selalu standby. Merekat seperti gurita di kaca spidometer. Atau kaca helm yang diapit kedua pahanya. Aplikasi pertama yang dibuka tentu GPS. Untuk menentukan jalur yang lebih dekat.
“Kalau bawa penumpang enak. Bisa tanya. Kalau orderannya barang atau makanan kan sulit,” sebutnya.
Rata-rata dalam sehari, sekira 5 menit baginya untuk menatap layar GPS. Diperkirakan perlu minimal 10 detik untuk memastikan tujuan sudah tepat. Maklum, dia ogah tersesat. Apalagi jika berada di kawasan padat. Seperti permukiman atau perumahan.
“Paling sering pakai di daerah Batakan ke Manggar (Balikpapan Timur). Saya tak hafal kalau masuk-masuk ke jalan-jalan perumahan di sana,” tutur Yoyo.
Untuk melihat GPS, Yoyo memilih cara aman. Menepi lalu berhenti setiap akan melewati simpangan. Meski diakui tak jarang langsung melirik dalam kondisi berkendara. Memang mengganggu konsentrasi. Namun, semua bergantung situasi.
“Seperti melirik spion saja. Kan itu juga mengganggu konsentrasi,” ujarnya.
Manfaat GPS sudah kerap dirasakan. Sering tersesat tanpa petunjuk jalan. Tak ada orang yang ditanya. GPS solusinya. Sekali dia berkendara di dalam kompleks perumahan. Bermodal insting, akhirnya tersesat. Tak tahu jalan keluar. “Muter-muter. Capek sendiri,” imbuhnya.
Narasumber lainnya, Adi, pun begitu. GPS sudah menjadi bagian pekerjaannya. Sebagai sopir, ponsel menemani setiap mengemudi. Keputusan berbelok ketika di persimpangan menjadi hal yang krusial. Mengingat tersesat dengan roda empat dianggap lebih melelahkan dibandingkan roda dua. “Wah, kalau sudah tersesat, pusing bawaannya,” ungkapnya.
Adi punya pengalaman buruk saat mengoperasikan GPS. Dua pekan lalu, dia sedang berkendara menjemput pelanggan. Melintas di Stal Kuda, Jalan Jenderal Sudirman, depan Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Kaltim. Saat mengecek lokasi di layar ponsel, tiba-tiba mobil di depannya berhenti mendadak. Karena tak sigap, dia lambat menginjak pedal rem.
“Langsung menabrak. Untung tidak parah. Jadi damai di tempat,” sebutnya.
Bagi Adi, aturan melarang penggunaan GPS saat berkendara memang memberatkan. Melihat GPS seperti melirik ke spion. Sama-sama memecah konsentrasi. Namun, kembali kepada diri masing-masing pengemudi.
“Keberatan tentu. Tapi, sebaiknya harus ada sosialisasi terlebih dulu. Agar kami paham aturan mainnya,” sebut Adi.
Lalu, apakah aturan ini sudah diterapkan di Balikpapan? Kasat Lantas Polres Balikpapan AKP Noordhianto mengamini. Sebab, memang secara regulasi, pihaknya bisa melakukan penindakan terhadap pengendara yang terganggu konsentrasinya. Salah satunya mengoperasikan ponsel. Termasuk di dalamnya GPS.
Noor menekankan, penggunaan GPS bisa ditoleransi. Selama penggunaannya mengaktifkan mode suara. Sehingga pengendara tak perlu melihat layar ponsel. Berbeda jika ponsel digenggam, mata terfokus, hingga jemari bermain di atas layar saat berkendara. Termasuk mengobrol via sambungan udara. Tentu hal ini yang dilarang.
“Teknologi GPS sifatnya memudahkan dalam berkendara. Tidak masalah selama menggunakan fitur suara,” ujarnya.
Untuk melakukan penindakan, petugas juga harus mampu melakukan pembuktian. Untuk bisa menilang, calon pelanggar benar-benar harus tertangkap basah. Jika tidak, yang bisa dilakukan adalah memberikan imbauan.
“Selama tidak terbukti langsung maka yang bisa kami berikan adalah teguran dan imbauan,” kata Noor.
Meski dinyatakan sudah diterapkan, namun hingga kemarin (13/2), belum ada data dan catatan terkait penindakan terhadap pelanggaran penggunaan GPS. (*/rdh/dwi/k15/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post