WARGA Kutai Timur (Kutim) meminta Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Kutim terus berbenah dalam meningkatkan pelayanan. Tuntutan ini dilayangkan lantaran Pemerintah mengesahkan kenaikan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Polri per Jumat (6/1) hari ini. Kenaikan PNBP ini mulai biaya pengujian Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), hingga Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Kenaikan tarif PNBP di lingkungan Polri tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 60 Tahun 2016 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak di Lingkungan Polri pengganti PP No 50 Tahun 2010. Kenaikan tarif tersebut mulai penerbitan STNK baru dan perpanjangan, pengesahan STNK, penerbitan Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK), dan lain-lain, dengan kenaikan rata-rata 100 persen dari tarif awal. “Kenaikannya sangat tidak tanggung-tanggung. Sampai 100 persen. Ini sangat membuat kami takut,” ujar Sayrifuddin, warga Yossudarso.
Tentunya, kenaikan ini sangat memberatkan bagi masyarakat. Terlebih bagi mereka yang berada dikalangan menengah kebawah. Seharusnya, kenaikkan ini tidak dibebankan secara keseluruhan kepada masyarakat. Namun lebih ditekankan bagi kalangan mampu.” Seperti halnya PLN. Ada yang disubsidi dan ada yang tidak. Yang mendapatkan kenaikkan ini senarusnya hanya ditanggung oleh kalangan mampu saja. Bukan orang kalangan bawah seperti saya,” katanya.
Tetapi karena sudah disahkan, maka dirinya dan tentunya masyarakat miskin lainnya tidak dapat lagi berbuat apa-apa. Dirinya hanya meminta kepada yang terkait untuk dapat memberikan pelayanan yang maksimal. “Jangan kami dikuras, tetapi pelayanan buruk. Pelayanan wajib maksimal dan memuaskan. Jangan sampai mengecewakan kami yang setiap tahunnya membayar pajak,” katanya.
Hal senada juga dikatakan, Sarmi, warga Sangatta Selatan. Dia meminta kenaikan ini wajib seimbang dengan pelayanan. Bukan malah sebaliknya. “Saya bingung pemerintahan ini. semuanya serba naik. Mulai dari listrik hingga PNBP. Seharusnya, tahun baru ini semua turun. Ini harapan kami. Tetapi sangat mengecewakan sekali,” katanya.
Dirinya menilai, pemerintahan Joko Widodo saat ini gagal dalam mensejahtrakan masyarakat. Namun lebih cenderung mensengsarakan. Sebab, yang diciptakan bukan kebaikan, melainkan penderitaan. “Jangankan sekian persen, 20 persen saja memberatkan, apalagi 100 persen, 300 persen. Ini mengindikasikan pemerintahan ini gagal memanage pembangunan. Bahasa lain, pemerintahan ini panik takut enggak punya duit agar bisa pemerintah ini bertahan,” katanya. (dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post