Peliput: M Ridhuan, Nofiyatul Chalimah
Kolam bekas tambang idealnya tetap direklamasi. Namun, ada syarat berat untuk bisa dijadikan kawasan pertanian atau budi daya perikanan. Sebab, bila salah pemanfaatan, bisa membahayakan manusia.
PEMANFAATAN areal bekas tambang untuk lahan pertanian dan budi daya perikanan harus melihat dari status lahan itu sendiri. Apakah perusahaan dianggap memiliki kemampuan dan kemauan melaksanakan reklamasi atau tidak. Selanjutnya apakah areal tersebut masih bisa direklamasi atau tidak.
“Jadi, hal paling penting pertama adalah status lahan itu. Harus clean and clear,” ucap ahli ekonomi lingkungan dan manajemen sumber daya alam dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Prof Bernaulus Saragih, Sabtu (18/12).
Kemudian, harus dipastikan apakah areal tersebut sudah jelas status kepemilikannya. Sebab, sebelumnya, ada wacana pemerintah untuk menutup ratusan lubang tambang. Meski belakangan ini tak diketahui rimba penerapannya.
“Setelah itu baru dilakukan uji kelayakan areal tersebut. Apakah aman untuk dijadikan kawasan perikanan dan pertanian. Jangan sampai produk yang dihasilkan justru menjadi agen pembawa bahan berbahaya ke tubuh manusia,” jelasnya.
Dalam prosesnya, sebelum dimanfaatkan sebagai areal budi daya perikanan, kolam tambang harus diistirahatkan lebih dulu. Jangka waktunya berbeda bergantung luas dan kedalaman bukaan. Bisa lebih dari tiga hingga di atas lima tahun. “Karena pada dasarnya kolam tambang memang mengandung kandungan berbahaya,” ungkap Bernaulus.
Kegiatan penambangan atau eksploitasi sumber daya alam akan mengobok-obok komposisi kimiawi di perut bumi. Yang sebelumnya berada dalam kondisi stabil jadi terganggu akibat kegiatan gali-menggali.
Sebagian besar kegiatan penambangan hanya mengambil mineral yang diinginkan dan sesuai izin. Selebihnya dianggap overburden dan dibuang. Padahal, campuran overburden itu kemungkinan mengandung arsenik dan lain-lain yang bisa jadi muncul ke permukaan tanah. Akibatnya, kolam mungkin masih mengandung polutan dan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang tertinggal.
“Karena itu, uji kelayakan pun perlu dilakukan secara berkala. Karena setiap lubang tambang punya karakteristik yang berbeda, bergantung lapisan tanah dan perlakuan ketika ditambang,” ucapnya.
Jika memang kolam bekas tambang dijadikan budi daya ikan, hasil uji kelayakan air itu harus benar-benar menunjukkan indikator yang terukur. Dan publik harus diberi informasi mengenai kondisi tersebut. Tidak serta-merta melihat kondisi air sudah jernih lalu disebar bibit ikan. Lalu beberapa bulan kemudian panen dan hasilnya dijual ke pasar.
“Akibatnya unsur kimia (salah satunya logam) berbahaya yang terkandung dalam ikan menjadi penyakit begitu dikonsumsi manusia,” ungkap Bernaulus.
Dinas terkait harus benar-benar melaksanakan monitoring secara berkala. Tidak hanya soal kualitas dan kelayakan air pada awal. Namun, juga biota hingga hasil produksi dari budi daya perikanan dan perkebunan. Sebab, bisa saja kolam tambang yang aktif mengalami perubahan parameter air.
“Kolam tambang aktif ini maksudnya, ketika hujan deras dia meluap dan mengeluarkan kandungan berbahaya di dalam kolam,” tuturnya.
Analoginya, pada endapan kopi di dasar gelas. Yang bisa kembali naik ke permukaan ketika diaduk. Unsur kimia berbahaya di dasar kolam tambang bisa kembali ketika ada arus yang kuat yang bisa membawanya ke permukaan. Berbeda jika kolam tambang itu “tidur”, namun kolam yang aktif, bagaimana pun tidak akan bisa dimanfaatkan untuk perikanan dan pertanian. “Sebenarnya mudah untuk melihat apakah air ini layak atau tidak. Apakah kolam itu sudah terbentuk kehidupan atau tidak,” imbuhnya.
Menurut dia, reklamasi tidak selalu diartikan sebagai mengembalikan fungsi lingkungan dengan cara menutup lubang tambang. Sebab, jika itu yang dimaksud reklamasi, dia melihat 80 persen reklamasi tidak akan bisa dilakukan karena untuk menutup lubang harus membuat lubang baru.
“Bayangkan dalam setahun ada 150 juta ton batu bara diambil dari perut bumi. Dari mana tanah yang bisa diambil untuk menggantikan atau menutup peninggalan batu bara itu,” ucap Bernaulus.
Jadi, kata dia, tidak mungkin reklamasi lubang tambang bisa dilakukan secara menyeluruh. Karena itu, yang perlu jadi perhatian adalah bagaimana memanfaatkannya. Jika memang kondisinya tidak bisa dijadikan sebagai kolam budi daya ikan dan pertanian, maka bisa dimanfaatkan dengan tidak langsung atau tidak langsung mengonsumsi airnya.
“Bisa jadi ekowisata misalnya. Sampai air dinyatakan layak untuk kepentingan budi daya ikan. Jadi masih bisa dikombinasikan antara kepentingan ekonomi dan lingkungannya,” terangnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post