SAMARINDA – Kritikan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kaltim (RZWP3K) mendapat jawaban dari panitia khusus (pansus) yang menggodok aturan tersebut.
Ketua Pansus Raperda tentang RZWP3K, Mursidi Muslim menegaskan, proses penyusunan aturan itu telah melibatkan publik. Bahkan pada saat asistensi di pemerintah pusat, Jatam dan Walhi diundang untuk membahas raperda tersebut.
“Kemarin waktu asistensi di Jakarta, Jatam diwakili saudara Merah Johansyah. Kemudian Walhi itu kami undang. Cuman enggak datang,” kata Mursidi, Rabu (17/10) kemarin.
Sebelumnya, pernyataan Jatam pernah disampaikan lewat asistensi di Jakarta. Pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah memberikan bantahan atas kritikan dua organisasi tersebut.
Kata dia, asistensi itu melibatkan KKP, 25 kementerian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Sehingga tidak benar pembahasan dilakukan secara tertutup dan terburu-buru.
“Waktu asistensi itu, semua pihak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat terkait pasal yang kami bahas. Dari KPK juga memberikan penilaian. Jatam memberikan tanggapan. Setahu saya, tidak ada permintaan penghentian pembahasan raperda itu,” bebernya.
Asistensi sebelumnya dilakukan hanya pada pasal 1 hingga pasal 25. Karenanya, raperda itu akan melewati tahapan panjang. Pasalnya, setiap pasal harus diuji melalui asistensi di KKP dan stakeholder yang berkaitan dengan penyusunan raperda RZWP3K.
“Memang tahapannya agak unik. Sejauh ini, kami akui belum semuanya kelompok nelayan dilibatkan. Karena itu ada tahapannya. Nanti di pasal 29 baru ada uji publik. Mulai nelayan, pengusaha pariwisata, dan semua orang yang terlibat dalam pemanfaatan laut dan pesisir 0 sampai 12 mil akan dilibatkan,” ucapnya.
Dalam uji publik yang diadakan pada 29 Oktober mendatang, Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim akan memaparkan pentingnya keberadaan raperda tersebut. Dengan begitu, publik dapat memberikan masukan atau kritikan untuk perbaikan aturan di tingkat provinsi itu.
Dia membantah tudingan bahwa raperda tersebut melindungi kepentingan industri ekstraktif seperti tambang batu bara, pabrik semen, perkebunan sawit, dan pelabuhan terminal khusus.
“Justru raperda ini mengatur zonasi orang-orang yang berusaha di laut. Kalau IUP kan di darat. Tidak ada hubungannya dengan perda ini. Kalau yang disebut itu pelabuhan, seandainya tidak sesuai dengan aturan, pasti ditolak oleh perda ini,” tegasnya.
Raperda tersebut digodok untuk memetakan kepentingan masyarakat yang ingin berusaha di jarak 0 hingga 12 mil di pesisir dan laut. Karenanya, raperda itu tidak membahas secara khusus kepentingan industri ekstraktif.
Merujuk pada proses yang sedang berlangsung dalam tahapan penyusunan raperda tersebut, penggodokan raperda tidak dapat dihentikan. Sebab aturan itu disusun atas mandataris pemerintah pusat.
“Harus selesai Desember 2018. Maka dari itu, di pusat itu ada tim untuk mempercepat perda ini. Antara lain ada KKP, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, KLHK, Kemendagri, Bappenas, dan KPK,” bebernya.
Raperda itu juga mendesak untuk segera diselesaikan. Pasalnya, terdapat kesepakatan di lintas kepala daerah dan pemerintah pusat untuk melindungi kekayaan di laut.
“KPK ingin kekayaan di darat yang telah habis itu tidak terjadi di laut. Misalnya tumpang tindih, ribut tentang kepemilikan lahan, dan peruntukan usaha. Laut ini potensinya luar biasa. Makanya diatur lewat raperda,” jelasnya.
Progres penyusunan dan pembahasan Raperda tentang RZWP3K juga mendapat perhatian khusus di pemerintah pusat. Kaltim tergolong lamban mengesahkan aturan di tingkat daerah tersebut.
“Provinsi Kaltim ini ke-15 yang diasistensi pemerintah pusat. Masih ada 24 provinsi yang belum selesai. Justru kita terlambat dibandingkan Kaltara (Kalimantan Utara, Red.). Kaltara itu sudah ada perdanya,” tutup Mursidi. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post