SAMARINDA – Awang Faroek Ishak, Gubernur Kaltim periode 2008-2018 secara resmi berhenti dari jabatannya pada 18 September lalu. Politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu telah meninggalkan jejak yang begitu berpengaruh bagi masa depan Benua Etam. Namun tak sedikit kritik dan “hujatan” pernah mewarnai perjalanan politiknya.
Sejak memenangkan pemilihan gubernur (pilgub) bersama Farid Wadjdy pada 2008 dan pilgub 2013 dengan Mukmin Faisyal, Awang Foroek memiliki mimpi besar untuk menyejahterakan rakyat Kaltim.
KH Toto Tasmara, seorang pendakwah dan konsultan sumber daya manusia (SDM), dalam buku Mimpi Besar Sang Visioner, memujinya sebagai figur yang dinamis, cerdas, dan berpengalaman luas.
“Awang Faroek juga seorang pekerja keras (hard worker) yang gigih dalam mencapai sesuatu. Sosok seirama dengan AFTA, action first talk after. Artinya bekerja keras dulu dengan penuh tanggung jawab dan selalu mengedepankan integritas, berdisiplin tinggi, baru setelah berhasil, lantas berbicara,” sebut Toto.
Awang Faroek sendiri dalam keterangannya, mengaku sangat senang dengan tantangan dalam menyelesaikan tugas. Karena itu memacu semangatnya untuk mengambil keputusan tepat dan cepat.
Dasar pengambilan kebijakannya yakni demi kepentingan masyarakat dalam jangka panjang. “Orang menilai saya ini pemimpin visioner. Tapi, bagi saya belum mengerti, ada juga orang melihat saya ini seorang pemimpi,” ucap Awang Faroek.
Nido Qubein, seorang konsultan dan penulis, mengatakan semasa Awang Faroek memimpin, Kaltim tak ubahnya gadis cantik dan elok yang tengah bersolek diperebutkan kaum adam. Di tangannya, kata Nido, Kaltim yang memiliki sumber daya alam (SDA) melimpah, diubah menjadi daerah yang memberikan kontribusi besar bagi pembangunan nasional.
Lewat tangan dingin Awang Faroek, proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di Kaltim secara perlahan dikebut dan dituntaskan. Sedikitnya pada 2011 hingga 2014, Kaltim memiliki 83 proyek strategis nasional.
Proyek tersebut antara lain pembangunan Terminal Peti Kemas, pabrik pupuk, jembatan, infrastruktur pertanian, hingga bandara. Sejumlah proyek itu telah menghabiskan puluhan triliun anggaran daerah dan nasional.
B.C. Forbes, pendiri Majalah Forbes, mengatakan pada masa kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla, pemerintah pusat memberikan perhatian khusus untuk Kaltim. Sehingga prioritas pembangunan dapat dijalankan dengan baik. Salah satunya percepatan pembangunan di bidang infrastruktur.
“Hal itu tidak terlepas dari keberanian Awang Faroek untuk mengubah haluan ekonomi dan memperjuangkan sejumlah proyek vital dalam membangun wilayah yang sempat menjadi the sleeping giant (raksasa yang sedang tidur, Red.),” katanya.
Tetapi sebagaimana umumnya kepala daerah atau pemimpin nasional, selalu ada sisi kontroversi dan penolakan dari publik. Terbaru, masih hangat dalam ingatan publik yakni pembangunan masjid di Lapangan Kinibalu, yang hingga kini masih menjadi perhatian karena dibangun tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Demo berjilid-jilid diadakan warga Kelurahan Jawa dan Bugis, Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda. Oleh warga, Awang Faroek disebut pemimpin bertangan besi. Tidak mendengarkan kritikan dan masukan dari masyarakat.
Selain itu, Awang Faroek pernah melancong ke luar negeri di tengah defisit keuangan daerah. Karena itu, pengamat hukum dan politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Herdiansyah Hamzah menyebut, langkah gubernur itu telah menciptakan efek buruk bagi daerah.
“Secara psikologi politik, yang dilakukan Awang akan merusak semangat tata kelola pemerintahan yang seharusnya mengedepankan kepentingan politik,” ucapnya.
Yang tidak kalah penting, Awang Faroek kerap berselisih dengan bupati dan wali kota di Kaltim. Syaharie Jaang, Wali Kota Samarinda, pernah disindir pria kelahiran 31 Juli 1948 itu soal banjir yang melanda Kota Tepian.
Begitu juga dengan mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari. Dengan bupati perempuan pertama di Kaltim itu, Awang Faroek saling “beradu” argumen soal penyelesaian kasus lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan perkebunan dan pertambangan. Namun, sebagaimana perseteruannya dengan Jaang, akhirnya ketegangan mencair setelah keduanya duduk satu meja. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post