bontangpost.id – Kewenangan pertambangan yang beralih ke pusat kian membuat Kaltim menderita dengan kerusakan alam yang terus menerus. Maraknya pertambangan ilegal tanpa kontrol yang jelas, membuat DPRD Kaltim mengambil opsi membentuk panitia khusus (pansus). Lewat upaya ini, para legislator mencoba mengulik seperti apa realitas pertambangan di Benua Etam.
Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud menuturkan, dewan ingin memaksimalkan peran pengawasan dalam kasus pertambangan di Kaltim. Apalagi sejauh ini, tak ada data valid tentang kondisi riil industri ekstraktif di Kaltim sejak kewenangan beralih ke pusat. “Pansus jadi opsi yang coba dewan gunakan untuk mengevaluasi dan mengurai bagaimana realitas pertambangan sesungguhnya,” ucapnya selepas paripurna pembentukan pansus investigasi pertambangan di DPRD Kaltim, (2/11). Target kerja pansus ini menyasar pada pelbagai segmen persoalan bisnis keruk emas hitam.
Dari jaminan reklamasi (jamrek) dan pascatambang yang terus berpolemik sejak awal pertambangan hadir di Kaltim, dana corporate social responsibility (CSR) yang heboh beberapa waktu lalu, hingga adanya dugaan 21 izin usaha pertambangan (IUP) bodong bertanda tangan gubernur Kaltim medio Juni lalu. “Menyeluruh, semua segmen perlu diawasi. Termasuk tambang ilegal. Lewat pansus, dewan ingin mencoba mencari tahu kondisi saat ini. Termasuk sebesar apa pendapatan yang diraup dari pertambangan,” lanjutnya.
Untuk masa kerja, menurut Hasan, begitu dia disapa, menyesuaikan kebutuhan anggota dewan yang ditugasi dalam pansus. Aturan memang menyebut masa kerja pansus yang dibentuk dewan selama tiga bulan. Namun, hal itu masih bisa diperpanjang. Tentunya, beralaskan mufakat dari 55 wakil rakyat yang duduk di Karang Paci, sebutan DPRD Kaltim. “Kan bisa diperpanjang dua kali masing-masing tiga bulan. Total sembilan bulan. Masih bisa juga diperpanjang lagi selama ada mufakat di internal yang dituangkan lewat paripurna,” katanya.
Hasil paripurna itu, menunjuk duo Udin untuk mengawal kerja pansus. Syafruddin dari Fraksi PKB (F-PKB) DPRD Kaltim ditunjuk menjadi ketua Pansus Investigasi Pertambangan ini. Anggota Komisi III DPRD Kaltim itu akan didampingi M Udin dari Fraksi Golkar sebagai sekretaris pansus. Soal kerja pansus, Syafruddin menuturkan, ingin memastikan dan menyingkap siapa saja perusahaan pertambangan batu bara di Kaltim yang tak mereklamasi lubang hasil galian. Tak luput, kata dia, ihwal lubang tambang yang memakan korban. Mengingat, baru-baru ini ada kasus ke-41 kematian di lubang tambang.
“Pansus akan coba menginventarisasi siapa saja perusahaan yang tak mereklamasi lubang tambang se-Kaltim. Tentu nanti dipublikasikan ke masyarakat luas,” katanya. Lewat pansus ini pula, ketua DPW PKB Kaltim itu ingin ada rekomendasi yang tegas dalam mengurai persoalan tambang batu bara di Kaltim, yakni pelaporan ke ranah hukum. “Harus ada efek jera yang pasti. Selama ini, itu yang dinanti masyarakat atas kerusakan lingkungan yang ada,” sambungnya. Bersama M Udin, dia bakal menyusun jadwal kerja pansus seperti koordinasi bersama pemangku kebijakan terkait di daerah, dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
“Kalau memungkinkan, pansus juga ingin memanggil gubernur Kaltim untuk menjelaskan segudang persoalan pertambangan di Kaltim yang menjadi sorotan masyarakat itu,” ucapnya. Apa sebenarnya target dewan membentuk pansus mengingat kewenangan pertambangan sudah tak lagi berada di bawah kendali pemprov selepas hadirnya UU 3/2020? Syafruddin mengaku, dewan ingin ada langkah konkret yang diambil daerah atas permasalahan tambang ini. Seperti pelaporan kasus pertambangan yang berpotensi pidana ke aparat penegak hukum. “Makanya, pansus ini diminta anggota dewan lainnya untuk bisa menerbitkan rekomendasi seperti pelaporan pidana jika ada pertambangan yang jelas melanggar,” kata Udin.
Lalu, beranikah legislatif mengajukan secara langsung laporan itu ke aparat penegak hukum?. “Dewan berani untuk melaporkan hal itu. Kami representatif masyarakat Kaltim. Jadi, kami juga punya hak untuk melaporkan hal itu jika memang ada potensi pidananya,” katanya. Terpisah, M Udin mengaku isu 21 IUP pertambangan batu bara yang diduga bodong menjadi gerbang awal munculnya inisiatif membentuk pansus di Karang Paci, sebutan DPRD Kaltim. Parlemen ingin ada sebuah ketegasan dalam isu yang menjadi perdebatan tanpa ujung tersebut. Khususnya, korelasi Gubernur Kaltim Isran Noor dengan IUP tersebut. “Sampai saat ini kan enggak ada klarifikasi dari gubernur secara langsung soal IUP itu,” tuturnya.
Bertolak dari polemik itu, dewan menilai perlu mengakomodasi persoalan pertambangan di Kaltim yang tak pernah ada benang merah penyelesaian. Karena itu, jamrek dan pascatambang, CSR, pertambangan ilegal, hingga pendapatan dari pertambangan dikumpulkan sekaligus untuk ditangani pansus ini. “Pansus nanti tak hanya mengulik persoalan tapi juga akan meneruskan permasalahan ini untuk dibawa ke Senayan, ke DPR RI. Lewat wakil Kaltim di sana,” singkatnya menerangkan.
DIANGGAP SIA-SIA
Sementara itu, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Mareta Sari menganggap, pembentukan Pansus Investigasi Pertambangan adalah hal yang sia-sia dan membuang anggaran daerah. Karena selama ini, pansus tidak memiliki kekuatan untuk menyelesaikan persoalan tambang di Kaltim. “Kami menilai, pansus di DPRD Kaltim khususnya yang berkaitan dengan tambang sama sekali tidak memberikan dampak yang berarti. Hanya buang-buang waktu dan anggaran,” sebut Mareta.
Pihaknya juga kecewa terkait agenda pansus yang ingin mengidentifikasi terkait puluhan IUP yang diduga palsu. Pasalnya, isu ini sudah berembus sejak tahun lalu, namun baru ada tindakan sekarang. Dan dengan dibentuknya pansus, justru memberikan peluang para pemain tambang ilegal untuk segera angkat kaki. Dan berpeluang sulit dimintai pertanggungjawabannya.
“Kenapa tidak dengan panggil dinas terkait, gubernur sekalian menggunakan hak interpelasi, untuk menjawab masalah IUP diduga palsu ini. Apalagi, kalau mau cepat ya tinggal desak pemerintah minta kepada kepolisian, untuk bisa menyelidiki dan mengungkap dugaan pemalsuan ini. Kenapa harus menunggu sampai pansus dibentuk,” urainya. Pun saat ini dengan UU Minerba No 3 Tahun 2022, kewenangan pemerintah daerah sangat terbatas dalam hal pengawasan pertambangan khususnya batu bara. Sehingga, sangat kecil potensi pansus bisa mendesak Pemprov Kaltim dalam menyelesaikan persoalan tambang batu bara.
“Tapi kita lihat saja, apakah pansus ini akan berakhir sama seperti pansus soal isu pertambangan sebelumnya atau tidak. Yang kami anggap tidak memiliki kekuatan untuk membuat perubahan di sektor pertambangan di Kaltim,” sebutnya.
Untuk diketahui, berdasarkan reportase Kaltim Post Juni lalu, menyingkap skandal dugaan pemalsuan tanda tangan Gubernur Kaltim Isran Noor dalam 21 IUP. Awalnya, Pemprov Kaltim mendata ada 22 IUP yang bermasalah. Namun, belakangan menjadi 21 perusahaan. Dari 21 pemegang SK IUP itu tidak terdata di Minerba One Data Indonesia (MODI), Mineral Online Monitoring System (MOMS), dan Elektronik Penerimaan Negara Bukan Pajak (e-PNBP) IUP di Kaltim.
“Tahun 2020, itu tidak ada lagi. Gubernur tidak pernah mengeluarkan. Seluruh daerah tidak berani mengeluarkan, karena itu aturan UU 3/2020 sudah bukan kewenangan kami lagi,” tegas Gubernur Kaltim Isran Noor, Selasa (21/6). Sementara itu, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Christianus Benny menjelaskan, pihaknya tidak memproses ke-21 IUP tersebut.
“Kalau kami hitungnya 22 IUP itu, 14 ditambah 8. Sebenarnya, itu DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu) Kaltim yang berkewenangan melaporkan,” terang Benny. Sementara itu, Kepala DPMPTSP Kaltim Puguh Hardjanto memastikan, setelah melihat nomor dan kroscek ke Dinas ESDM, memang tidak ada proses surat itu di pihaknya. Dirinya pun sudah berkoordinasi di instansi terkait, soal hal tersebut. Inspektorat juga melakukan investigasi. (riz/k15)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post