Kerusakan jalan umum akibat dilewati angkutan batu bara bukan kejadian setelah urusan pertambangan diurus pusat. Jauh sebelum itu, jalan sudah babak belur akibat sikap permisif pemerintah.
bontangpost.id – Nyali pemerintah dan aparat dipertanyakan untuk menghentikan kemudian menindak perusahaan tambang nakal, yang menggunakan jalan raya sebagai jalur hauling batu bara. Akibat terus dibiarkan dan minimnya penegakan hukum, kondisi jalan umum babak belur. Seperti yang ditemui di jalan poros Samarinda-Bontang.
Padahal, ada instrumen hukum untuk menjerat pelakunya. Yakni Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batu Bara dan Kelapa Sawit. Sanksinya pun sudah jelas. Pidana kurungan paling lama 6 bulan. Atau pidana denda paling banyak Rp 50 juta. Sayangnya, implementasi perda tersebut ibarat jauh panggang dari api. Selaku orang nomor satu di Pemprov Kaltim, Gubernur Isran Noor pun belum memberikan pernyataan tegas dan lugas.
Seperti saat diwawancarai (16/12/2021), dia menerangkan, pemprov masih melakukan evaluasi untuk menerapkan Perda 10/2012. “Masih dalam evaluasi pelaksanaannya,” katanya usai menghadiri kegiatan di Ballroom Hotel Novotel, Balikpapan.
Ketua DPW Partai NasDem Kaltim ini enggan menerangkan kendala apa saja yang dialami dalam menegakkan Perda 10/2012. “Enggak ada kendala. Aman-aman aja,” ujar Isran.
Pada sambutan beberapa menit sebelumnya, Isran menyindir perkembangan pertambangan di Kaltim yang begitu masif, setelah kewenangan pemberian izin usaha pertambangan diambil alih sepenuhnya pemerintah pusat.
“Setelah izinnya ditarik ke Jakarta, pertambangan kita luar biasa majunya. Belum ada izin aja, sudah ditambang. Artinya maju dong,” kelakarnya.
Mantan bupati Kutai Timur itu melanjutkan, masyarakat memang memiliki hak untuk melakukan aktivitas pertambangan batu bara. Akan tetapi, pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah, berkewajiban mengatur kegiatan pertambangan.
Akan tetapi, dengan adanya UU 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Pemprov Kaltim tidak lagi diberi kewenangan apapun terkait pertambangan. Termasuk dalam hal pengawasan dan pelaksanaan penambangan.
“Ya enggak apa-apa. Alhamdulillah. Jalan-jalan kita kayak lautan Pasifik. Bergelombang, karena digunakan truk-truk batu bara,” sindirnya.
Sementara itu, Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Kaltim Kombes Singgamata menuturkan, pihaknya telah berupaya semaksimal mungkin melakukan penegakan hukum. Akan tetapi, tidak efektif apabila aktivitas pertambangan tak berizin tidak ditertibkan.
“Menyelesaikan masalah jangan berbicara di hilir saja. Harus ditarik juga ke hulu. Kalau memang masalahnya, ada di tambang ilegal, ya hentikan di situ. Dinas terkait, dalam hal ini Dinas ESDM harus bertindak. Jangan cuma berbicara di lalu lintas saja,” katanya saat ditemui Kaltim Post kemarin.
Pria berpangkat melati tiga di pundaknya ini meminta persoalan truk hauling batu bara yang menggunakan jalanan umum harus menjadi perhatian bersama. Tidak hanya diserahkan kepada pihak kepolisian untuk penindakannya.
“Tetapi juga lintas sektoral. Untuk mencari solusi yang terbaik. Kalau cuma mengejar truk, akan habis tenaga kita. Dan itu, enggak menyelesaikan masalah. Makanya perlu menyentuh hulunya,” usul dia.
Ke depan, Singgamata pun mengusulkan agar penindakan terhadap truk pengangkut batu bara yang melintas di jalanan umum bisa menggunakan sistem electronic traffic law enforcement (ETLE). Sekaligus, menghindari penindakan jalanan, yang dikhawatirkan terjadi transaksi antarpetugas dengan pelanggar.
“Kami sudah mengusulkan ke gubernur untuk dukungan e-TLE. Jadi penindakannya lebih canggih lagi, dengan e-TLE. Dan sangat memungkinkan dipasang di Jalan Samarinda-Bontang, Tapi e-TLE itu mahal. Harganya miliaran. Makanya kami usulkan ke gubernur,” pungkasnya. (kip/riz/k16)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post