SAMARINDA – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim mendesak DPRD menghentikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kaltim (RZWP3K). Sebab raperda tersebut dapat membawa banyak kerugian bagi daerah.
Direktur Walhi Kaltim, Fathur Roziqin berpendapat, penghentian itu dilakukan hingga sejumlah industri ekstraksi sumber daya alam (SDA) mengantongi izin usaha pertambangan (IUP).
“Pembahasan RZWP3K Kaltim dihentikan sampai sejumlah industri mengurus IUP. Kami minta juga dicabut izin industri di kawasan lindung geologi karst Sangkulirang Mangkalihat maupun di kawasan konservasi pesisir Biduk-Biduk dan Derawan,” tegasnya, Selasa (16/10) kemarin.
Dia berpendapat, sebagian besar kawasan pesisir di Kaltim terhubung dengan karst yang kaya sumber daya air tawar. Kawasan itu telah dikuasai tambang, pabrik semen, hutan tanaman industri, perkebunan sawit, dan pelabuhan terminal khusus.
Kehadiran industri itu mengancam ekosistem karst Sangkulirang Mangkalihat Kutai Timur yang menjadi penopang kelangsungan hidup nelayan dan ekosistem laut.
Merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah Kaltim nomor 1 tahun 2016-2036, luas kawasan Sangkulirang Mangkalihat mencapai 1,8 juta hektare.
Di tengah kawasan lindung tersebut telah berlangsung pembangunan fisik pabrik, tambang semen, dan pelabuhan terminal khusus.
“Sedangkan 307.337 hektare di antaranya ditetapkan sebagai kawasan lindung geologi karst. Namun ironinya sebanyak 37 izin lokasi diterbitkan di kawasan itu,” terangnya.
Selain itu, raperda tersebut belum melindungi hak para nelayan. Faktanya nelayan di Berau, Kutai Timur, Kutai Kartanegara, Balikpapan, Penajam Paser Utara, dan Paser telah diabaikan haknya untuk menentukan zonasi tradisional tangkap nelayan.
“Setidaknya kami mengindentifikasi sejak September 2017 hingga September 2018, sudah ada empat kasus yang terjadi berkaitan dengan rusak dan tercemarnya wilayah tangkapan nelayan,” bebernya.
Direktur Jaringan Advokat Lingkungan (JAL) Balikpapan, Fathulhuda W menambahkan, terbitnya izin reklamasi pesisir pantai Balikpapan terkait proyek coastal road sepanjang 7,5 kilometer dari pantai Melawai hingga Stal Kuda tanpa dasar hukum RZWP3K.
Proyek tersebut dapat mengusur ratusan permukiman yang sebagian besar dihuni nelayan. Padahal penduduk di pesisir itu telah bertahun-tahun bermukim di wilayah tersebut.
“Itu juga berpotensi merusak biota laut di sepanjang bibir pantai yang akan menjadi lokasi reklamasi pembangunan coastal road. Itu dapat masuk dalam pidana jika mengacu pada Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil pada pasal 35 huruf (i),” tegasnya.
Kata dia, tata kelola area teluk Balikpapan telah menimbulkan kerusakan yang semakin masif. Akibatnya, dapat menimbulkan kerusakan ratusan hektare mangrove, padang lamun, dan hewan endemik.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang berpendapat, Raperda RZWP3K yang sedang dikonsultasikan teknis peta dasar dan peta tematik di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu memiliki sejumlah kejanggalan.
“Sejak awal tidak melibatkan nelayan tradisional sebagai subyek penting dalam pemanfaatan sumber daya pesisir. Hal ini terlihat jelas saat proses konsultasi yang hanya satu lembaga masyarakat sipil,” katanya.
Penyusunan draft Perda RZWP3K laksana dikejar tayang. Penyusunan dilakukan secara diam-diam, tidak transparan, dan tidak melibatkan nelayan.
Kemudian kelompok kerja yang dibentuk gubernur tidak memperhatikan tahapan penyusunan dokumen. Sementara tahap konsultasi teknis di KKP belum usai, justru panitia khusus (pansus) RZWP3K di DPRD Kaltim telah dibentuk dan diklaim telah bekerja.
“Pada tahapan ini kami menduga telah terjadi proses lompatan dalam penyusunan raperda. Hal yang sangat bertolak belakang dengan visi rezim Jokowi-Jusuf Kalla serta Menteri Kelautan dan Perikanan, bahwa laut sebagai masa depan Indonesia,” tutupnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post