BONTANGPOST.ID, Bontang – Sidang terdakwa dugaan mafia tanah pengadaan lahan Bandara Perintis, Bontang Lestari, Sayid Husen Assegaf, kembali digelar, Rabu (18/12/2024). Kepala Kejaksaan Negeri Bontang Otong Hendra Rahayu mengatakan agendanya ialah pemeriksaan ahli dari jaksa penuntut umum (JPU).
“Kami menghadirkan ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang Prija Djatmika melalui aplikasi zoom,” kata Hendra kepada Kaltim Post, Kamis (19/12/2024).
Menurut ahli, tidak adanya kesepakatan secara langsung antara pemilik lahan dengan penerima kuasa (terdakwa) merupakan sebuah kesalahan atau fraud. Kemudian telah terjadi kesepakatan dengan pemiik lahan senilai Rp35.000 per meter persegi, namun terdakwa melaporkan kepada Pemkot dengan harga Rp85.000 per meter persegi.
“Selisih tersebut merupakan kerugian negara,” ucapnya. JPU juga menghadirkan ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Dayby Febriana Putri di ruang sidang Pengadilan Tipikor Samarinda. Menurut ahli atas perhitungan yang dilakukan terdakwa menyebabkan kerugian negara sekira Rp2 miliar.
Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda telah memeriksa saksi yakni Rendy Irawan dan Marmin. Keduanya merupakan terpidana dengan kasus serupa. Selain itu, hakim juga telah mendengarkan keterangan dari saksi yang merupakan pemilik lahan.
Saksi Sakka menyatakan sebelum dilakukan pembebasan tanah telah diadakan rapat. Berkenaan harga tanah yang akan dibebaskan. “Ada enam yang hadir saat rapat tersebut. Meliputi Saing, Saddiah, Bahar, Guru Kaseng, Marmin, dan Husain,” tutur dia.
Kala itu, Husain mengatakan jumlah ganti rugi yakni Rp20.000 per meter persegi. Sementara Saing justru meminta besaran ganti rugi meningkat yaitu Rp50.000 per meter persegi.
Selanjutnya ada proses negoisasi yang dilakukan. Bahkan Husain mengubah jumlah ganti rugi menjadi Rp35.000 per meter persegi. “Besaran itu disetujui peserta rapat lainnya,” ucapnya.
Saksi Sakka juga menerangkan bahwa ia memiliki tanah di RT 11. Berbatasan dengan Jalan Tambang, Saing, Bahar, dan Gani. Tanah tersebut tidak dijual tetapi diberikan kuasa kepada terpidana Marmin. Karena mengetahui akan dilakukan ganti rugi oleh Pemkot Bontang. Sebagai akses jalan menuju rencana pembangunan bandara dan pembebasan lahan untuk sirkuit.
“Pembayaran tanah tersebut dilakukan melalui terpidana Marmin. Tepatnya 2 Januari 2013 sebesar Rp325.500.000. Sesuai dengan bukti transaksi melalui Bankaltimtara,” tutur dia.
Pada saat menjual tanah tersebut tidak ada paksaan. Hanya Husain menetapkan harga ganti rugi tersebut ternyata tidak sesuai dengan besaran yang telah ditetapkan pemkot, yakni Rp85.000 per meter persegi.
“Akhirnya ia merasa dibohongi dengan adanya kejadian tersebut karena hanya mendapat ganti rugi sebesar Rp35.000 per meter persegi,” pungkasnya. (*)