SAMARINDA – Pembangunan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda di seksi IV dan V daerah Palaran, Samarinda sepertinya tidak akan berjalan mulus. Sebab, masyarakat setempat menolak hasil konsinyasi atas lahan mereka oleh Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.
Penolakan itu di latar belakangi adanya dugaan maladministrasi yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Samarinda dalam proses pembebasan lahan warga yang berlokasi daerah tersebut. Selain itu, masyarakat enggan menerima hasil konsinyasi karena takut bermasalah dikemudian hari.
“Jika sejak awal sudah salah, di mana hakim itu berpihak. Hakim ini wakil Tuhan atau wakil BPN. Konsinyasi ini sudah cacat sejak awal, bagaimana mungkin kami mau mengikutinya,” ujar kuasa hukum warga, Guntur Sutarjo kepada media ini.
Dia menyebut, sumber penolakan warga terhadap konsinyasi bukan semata karena penawaran harga lahan dan kesalahan pengukuran luasan bidang tanah. Tetapi dikarenakan adanya kecacatan administrasi serta dugaan adanya oknum yang bermain dalam masalah tersebut.
Upaya konsinyasi akan berlangsung selama 14 hari kerja. Selama waktu tersebut, bakal terjadi tawar menawar harga antara pengadilan dan pemilik lahan. Jika warga tidak keberatan, maka PN Samarinda akan menganggap tawaran harga diterima. Dengan demikian, masalah akan selesai.
“Sumber konflik ini bukan pada harga saja. Tetapi ada mekanisme yang cacat, dilanggar, bahkan dipermainkan oknum BPN. Warga bukan tidak menerima tawaran harga itu, tetapi terlalu banyak kejanggalan yang tidak boleh kami diamkan,” tegasnya.
Menurut dia, jika masalah tersebut ditelusuri secara benar, maka berbagai persoalan di dalam proses pembebasan lahan proyek jalan tol tersebut akan bisa dikuak. Karenanya, ia menduga, masalah dugaan cacat administrasi di balik konsinyasi itu hanyalah satu di antara sekian banyak masalah.
“Kami menduga, sepertinya ada yang dirahasiakan dalam penyelesaian masalah tanah ini. Makanya, kami tidak akan mengikuti konsinyasi. Karena ini bisa jadi sumber masalah baru. Kami tidak percaya masalah ini bisa diselesaikan di daerah. Kami sudah melaporkan pada presiden,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Satuan Tugas (Satgas) B Kepanitiaan Pengadaan Tanah, BPN Samarinda, Warsito mempersilahkan warga yang tidak mau mengikuti tahapan konsinyasi di pengadilan. Namun, pengadilan akan tetap mengeluarkan keputusan setelah tenggat waktu yang diberikan pengadilan.
“Pengadilan tetap akan memutuskan harga yang diajukan Tim Appraisal setelah tenggat waktu 14 hari yang diberikan sudah selesai. Makanya mau tidak mau warga akan menerima besaran ganti rugi yang ditawarkan,” kata Warsito.
Ia menyebut, instansi tempat dia bekerja telah menjalankan mekanisme pengukuran tanah sesuai aturan yang berlaku. Soal tudingan pemilik lahan tidak dilibatkan, ia menyebut kemungkinan terjadi misinformasi ketika undangan pengukuran disampaikan.
“Jika pemilik lahan tidak hadir, maka pengukuran tetap dilakukan. Seandainya terdapat keberatan, maka akan dilakukan klarifikasi pada pemilik lahan,” katanya.
Terpisah, Sekretaris Kota (Sekkot) Samarinda, Sugeng Chairuddin menyatakan, pemkot belum mendapatkan informasi mengenai masalah sengketa lahan tersebut, sehingga belum bisa memberikan jawaban. “Saya belum dapat laporan. Nanti saya akan coba tanyakan dengan camatnya,” katanya. (*/um/drh)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: