Ketua KPU Provinsi Kaltim: Mohammad Taufik
Penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) bukanlah hal yang asing bagi Mohammad Taufik. Dia sudah terlibat dalam momen demokrasi ini sejak masih menjadi aktivis mahasiswa di kampus. Kini Taufik memegang peran penting sebagai orang nomor satu di lembaga penyelenggara pemilu Benua Etam.
LUKMAN MAULANA, Samarinda
Saat dikunjungi Metro Samarinda (Bontang Post Group/Kaltim Post Group) di ruangannya, Jumat (10/3) kemarin, Taufik menuturkan perjalanannya sebelum akhirnya menjabat ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim. Rupa-rupanya, saat masih duduk di bangku kuliah dulu, dia tergabung dalam Forum Rektor Indonesia yang berfungsi mengawal jalannya proses demokrasi pemilu 1999.
“Saat itu di Forum Rektor, saya menjadi ketua jaringan monitoring Kaltim. Tugas saya waktu itu mengirim data-data hasil pemilu dari Kaltim ke pusat,” kenang Taufik.
Aksi mahasiswa dalam mengawal pemilu pertama setelah Orde Baru itulah yang lantas menjadi materi skripsi kelulusan Taufik yang diberinya tajuk “Electoral Behavior Mahasiswa dalam Pemilu 1999”. Materi inilah yang menjadikan Taufik sebagai salah satu lulusan terbaik di kampusnya, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda.
Dengan terlibat langsung dalam aksi mahasiswa, dia menyadari bahwa salah satu solusi penyelesaian masalah bangsa yaitu melalui pemilu.
“Saya melihat persoalan bangsa kala itu sudah mencapai puncaknya. Saya ingat tahun 1998 harga-harga pada naik. Harga garam dari yang sebelumnya Rp 100 bisa naik menjadi Rp 1500. Saya dan teman-teman mahasiswa waktu itu sempat jualan sembako murah membantu masyarakat,” urainya.
Selepas kuliah, pria berkacamata ini sempat menjajal peruntungannya dengan dengan mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Namun tiga kali ikut seleksi, dia selalu mengalami kegagalan. Barulah di tahun 2005 dia mengikuti seleksi penerimaan dosen FISIP Unmul. Kali ini dia diterima dan menjadi pegawai negeri sipil (PNS) melalui moratorium.
Kariernya sebagai dosen Ilmu Pemerintahan pun dimulai, yang lantas menjadikannya sekretaris program studi (prodi) Ilmu Pemerintahan.
“Ketika banyak mahasiswa yang kemudian terjun di dunia politik melalui partai politik (parpol), saya memilih jalur lain dengan mencerdaskan masyarakat melalui pekerjaan saya sebagai dosen,” kata Taufik.
Dengan menjadi seorang dosen, Taufik mengaku bisa lebih mengenal Kaltim secara lebih mendalam. Karena dia sering melakukan penelitian serta mendampingi mahasiswa ke berbagai tempat-tempat terpencil dan terisolir yang ada di Kaltim. Salah satunya di Krayan, sebuah kecamatan di Kabupaten Nunukan yang kini masuk provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).
“Banyak suka dan duka selama menjadi dosen. Dari situ saya menjadi semakin mencintai Kaltim,” ungkapnya.
Di tahun 2014, Taufik ikut mendaftar dalam seleksi penerimaan KPU Kaltim. Awalnya waktu itu dia hanya sekadar iseng. Taufik pada mulanya ingin mengetahui apakah proses seleksi KPU ini berjalan dengan baik dan dilakukan secara transparan.
Setelah mengikuti tahapan-tahapan seleksi, dia pun mengetahui betapa ketatnya penerimaan anggota KPU. Yang membuatnya terkejut, dia dinyatakan lolos seleksi menjadi anggota atau komisioner KPU Kaltim.
“Karena hanya iseng, jadi tidak ada harapan berlebihan. Jadi sempat kaget waktu dinyatakan lolos dalam seleksi,” kisah Taufik.
Namun begitu, Taufik kini menjalani tugasnya sebagai komisioner KPU dengan sungguh-sungguh. Menurutnya, jabatan di KPU Kaltim saat ini merupakan bentuk pengabdian yang lebih tinggi setelah sebelumnya mengabdi sebagai dosen. Karena bila saat menjadi dosen dia mengajar mahasiswa, maka ketika menjadi komisioner KPU, dia mengajar masyarakat berpolitik.
“Ini juga pengalaman berarti bagi saya bila kembali menjadi dosen nantinya. Jadi apa yang saya ajarkan kepada mahasiswa bukan lagi sekadar teori,” sebutnya.
Diakui Taufik, awal-awal menjabat komisioner Kaltim merupakan saat-saat yang sulit. Karena kala itu dia dan komisioner KPU yang baru masuk dalam kondisi pemilihan legislatif (pileg) tengah berlangsung. Pun begitu, dia sudah dihadapkan pada pelantikan komisioner-komisioner baru di KPU masing-masing kabupaten/kota yang ada di Kaltim.
“Kami saat itu masuk dalam kondisi dimana kami harus benar-benar siap,” tambah ayah tiga anak yang hobi membaca ini.
September 2014, Taufik dipilih menjadi ketua KPU Kaltim menggantikan ketua sebelumnya, Ida Farida. Menurutnya jabatan ketua ini adalah sebuah amanah. Dia mengakui tidak mudah menjadi seorang ketua. Sebagai ketua, tentu dia dituntut untuk dapat menjalankan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Yaitu menyelenggarakan tahapan-tahapan pemilu baik pemilihan legislatif, pemilihan presiden, maupun pemilihan gubernur.
“Suksesnya penyelenggaraan pemilu ini bukan ditentukan oleh ketua saja. Melainkan merupakan kerja tim antara teman-teman KPU dalam semua tingkatan. Mulai dari KPU Kaltim, KPU kabupaten/kota, KPPS, hingga ke PPS,” jelasnya.
Taufik menambahkan, jumlah pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu di Kaltim begitu banyak. Mulai dari tingkat kelurahan (PPS) hingga KPU Kaltim, jumlahnya mencapai 80 ribuan. Mereka semua punya peran penting dalam menyukseskan penyelenggaraan pemilu di Kaltim. Menyadari hal ini, Taufik pun menyempatkan diri dalam memberikan perhatian lebih kepada rekan-rekan KPU terutama di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
“Karena mereka adalah ujung tombak dalam penyelenggaraan pemilu. Yang paling dekat bersentuhan dengan masyarakat. Kerja mereka menentukan baik atau tidaknya penilaian terhadap KPU,” urai Taufik yang Senin lusa genap berusia 42 tahun ini.
Selain KPU, peran pihak-pihak terkait juga tidak kalah penting dalam menyukseskan pemilu. Di antaranya peran partai politik (parpol), tokoh masyarakat, tokoh pemuda, serta TNI dan kepolisian. Kerja sama antar semua pihak inilah yang disebutnya turut membawa Kaltim terpilih sebagai tiga besar indeksi demokrasi Indonesia dari Badan Pusat Statistik (BPS).
“Artinya kerja keras kami bersama semua pihak di Kaltim dalam penyelenggaraan pemilu, baik legislatif maupun presiden, mendapatkan penghargaan. Menjadi salah satu terbaik di antara 34 provinsi di Indonesia merupakan apresiasi terhadap jerih payah selama ini yang tidak sia-sia,” bebernya.
Suka dan duka mengiringi perjalanan Taufik dalam mengawal pesta demokrasi sebagai komisioner KPU. Lewat perannya di KPU, dia bisa lebih banyak berteman dengan banyak pihak. Namun sebagai “wasit”, dia pun jadi tidak disenangi pihak-pihak tertentu. Karena memang sebagai penyelenggara pemilu, Taufik dituntut dapat bersikap adil serta tidak memihak partai atau kelompok tertentu.
“Kami ini kan wasit. KPU ini seperti lembaga yang memberikan kesempatan kepada orang-orang untuk duduk di tempat-tempat penting. Di antaranya menjadi kepala daerah dan anggota DPRD,” kata dia.
Salah satu pengalaman berkesan yang dirasakannya yaitu ketika turut menghadiri acara ASEAN Electoral Forum pada Agustus 2016 silam di Bali. Dalam konferensi internasional yang diikuti 68 negara tersebut, Indonesia mendapat pujian dan menjadi tempat belajar bagi negara-negara lain dalam hal penyelenggaraan pemilu.
“Apalagi Indonesia ini menjadi daerah dengan jumlah pemilih terbanyak di dunia. Saya optimistis ke depan Indonesia masih akan menggunakan pemilu sebagai bagian dalam demokrasi,” pungkas penyusun disertasi bertajuk “Politik Etnis di Kaltim” ini. (***)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post