Kisah Inspiratif Warga Bontang: Weny Emelia Masitoh (192)
Memiliki kemampuan dalam bidang tata busana, selain digunakan Weny untuk mendesain gaun atau pakaian yang bagus, juga dimanfaatkan untuk membimbing anak didiknya di Sekolah Luar Biasa (SLB) Bontang . Maski tak mudah, namun lewat kesabaran dan keuletannya, kini siswa-siswinya yang menyandang disabilitas itu mampu menghasilkan berbagai macam karya berupa kerajinan tangan.
Bambang, Bontang
Menjadi pengajar di SLB tentulah berbeda jika dibandingkan dengan guru di sekolah umum. Dibutuhkan kesabaran dan keuletan yang tinggi dalam menghadapi anak-anak penyandang keterbatasan (difabilitas). Hal inilah yang juga dirasakan sosok Weny Emelia Masitoh.
Walau dalam kondisi kekurangan, namun tak pernah menyurutkan niat wanita kelahiran Tulungagung, 22 Oktober 1991 itu untuk mentrasfer ilmunya kepada anak-anak didiknya di SLB Bontang.
Memegang mata pelajaran tata busana dan prakarya, dengan penuh kesabaran wanita berparas ayu itu selalu membimbing setiap muridnya untuk membuat suatu kerajinan tangan hingga membuat pakaian. Hasilnya pun, tak kalah bagus dengan buatan orang normal pada umumnya.
“Awalnya memang sedikit kesulitan dalam menghadapi mereka. Terutama dalam hal komunikasi. Namun karena lama kelamaan sudah terbiasa, akhirnya sekarang sudah lebih mudah untuk mengarahkan,” ujarnya.
Meski sebelumnya tak pernah menempuh pendidikan khusus untuk menangani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), namun bagi Weni — panggilan akrabnya –, dengan memperhatikan kebiasaan masing-masing muridnya yang memiliki beragam karakter, disanalah baru bisa dirinya menentukan metode apa yang tepat. Sehingga apa yang dia sampaikan, bisa sampai ke anak didiknya.
Berkat tangan dinginnya itulah, kini siswa-siswi SLB Bontang mampu membuat aneka karya mulai dari kerajinan tangan hingga pakaian. Di antaranya baju, keset, sarung tangan, rok, kemeja, taplak, ikat rambut, dan aneka kerajinan kain lainnya.
Sementara untuk skill, anak didiknya kini juga sudah bisa menggunting, merangkai kerajinan, membuat pola pakaian, hingga menjahit.
“Penerapannya lebih ke berkesinambungan. Jadi siswa tubagrahita hanya dibebankan tugas yang ringan-ringan saja karena memang kemampuannya yang terbatas. Barulah selanjutnya pekerjaan itu dilanjutkan oleh siswa tunarungu,” terang anak pertama dari pasangan Anwar Sanusi dan almarhumah Lilik Warsini itu.
Selain menjadi guru, Weny juga merupakan seorang fashion desaigner. Dia mengaku, sejak kecil dirinya sudah menyukai menggambar dan mendesain sesuatu. Berkat rekomendasi dan restu dari orang tua, akhirnya bakat Weny tersebut dia kembangkan di bangku kuliah.
Bahkan saat memasuki semester akhir, Weny berhasil meraih Best Sewing dalam ajang kompetisi pembuatan produk sendiri berupa baju tingkatan Adibusana.
Usai lulus kuliah, dirinya juga sempat bergabung di manajemen Batik Kuntul Perak Bontang. Saat di sana, dirinya juga pernah dipercaya untuk merancang dan membuatkan baju untuk ajang Puteri Pariwisata 2014-2015 di perhelatan bertajuk “Pelangi Nusantara”.
Tak jarang, dirinya juga kerap kali menerima pesanan pembuatan pakaian dari orang lain. Diluar itu, Weny juga kerap kali diminta untuk memberikan pelatihan keterampilan tata busana di LPK Ayulia yang berlokasi di Bontang Baru.
“Ke depan, harapannya bisa membuat lembaga pelatihan sendiri. Semacam rumah jahit ekslusif. Saat ini masih tahap mengumpulkan dana. Semoga saja bisa terwujud,” pungkasnya. (bersambung)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post