SAMARINDA – Awal tahun 2018 ini menjadi waktu yang cukup berat bagi sebagian besar pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Samarinda. Pasalnya, usaha kerajinan yang mereka miliki sepi peminat. Akibatnya berdampak pada ikut menurunnya omset yang mereka miliki.
Ria, salah satu pelaku UKM di Samarinda mengaku, dirinya sekarang cukup kesulitan memasarkan barang dagangan miliknya. Bahkan sejak awal Januari lalu, hanya sedikit pembeli yang berkunjung ke tokonya. Terutama mereka yang merupakan para wisatawan luar Kaltim, maupun dari mancanegara.
“Kalau dibandingkan tahun 2017 lalu, sekarang jumlah mereka (wisatawan) yang datang membeli barang untuk oleh-oleh tidak seberapa lagi. Makanya, omset yang saya dapatkan pun sekarang juga ikut menurun,” kata wanita yang berjualan di Jalan Slamet Ryadi, Teluk Lerong Ulu ini, Jumat (9/3) kemarin.
Ia menyebut, jika dibandingkan tahun lalu, omset yang mampu dia dapatkan bisa mencapai Rp 4-5 juta perbulan. Sedangkan dalam tiga bulan terakhir menurun drastis. Setiap bulannya kini ia hanya mendapatkan omset Rp 1 juta.
“Bahkan ada sampai Rp 800 ribu saja. Makanya, kami mulai khawatir. Karena, untuk membayar biaya kontrakan ruko yang kami tempati ini setahun sampai Rp 35 juta,” ungkapnya.
Beberapa diantara buah tangan yang kemasan makanan yang dijual para pedagang di sepanjang Jalan Slamet Ryadi, Samarinda yakni, kerupuk amplang, keminting, abon ikan, kue cincin, dan dodol. Makanan olahan khas Benua Etam tersebut dibandrol mulai harga Rp 5 ribu hingga Rp 60 ribu.
Selain itu, beberapa diantara pelaku UKM juga ada yang menjual pernak-pernik. Misalnya, manik, bening, anjat, seraung, dan perisai atau kelabing yang merupakan ciri khas suku Dayak. Ada juga beberapa jenis kain dan pakaian khas Borneo.
Para pelaku UKM di Kota Tepian berharap adanya dukungan yang nyata dari Pemerintah Kota (Pemnkot) Samarinda, ataupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim. Terutamanya dalam meningkatkan jumlah pariwisata yang berkunjung ke Kaltim. Karena dengan naiknya jumlah wisatawan, maka barang dagangan bisa dipasarkan secara maksimal.
“Selama ini dukungan dari pemerintah masih sangat kurang. Belum ada solusi atau pembekalan yang diberikan kepada kami para pedagang. Misalnya, seperti saat ini, kami juga jadi bingung kenapa tiba-tiba pembeli sepi. Kami jadi bingung mau menjual barang yang kami punya,” kata Ria.
Dia menambahkan, umumnya para pedagang mulai berjualan dari pukul 09-00 Wita sampai pukul 21.00 Wita. Dari waktu itu, dalam seharinya hanya ada tiga atau empat pembeli yang membeli barang dagangannya. Kebanyakan dari mereka hanya membeli kerupuk amplang, ikan abon, atau kue cincin.
“Kami sangat berharap Pemkot Samarinda maupun Pemprov Kaltim memberikan solusinya dan bimbingan kepada kami para pedagang. Kami tidak ingin sampai harus berhenti berjualan. Sebab hanya dari usaha ini kami bekerja dan dari mencari makan,” pungkasnya. (*/aj/drh)
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Saksikan video menarik berikut ini: