SANGATTA – Sejumlah pedagang di Pasar Sangatta Selatan (Sangsel) mengeluhkan penarikan retribusi sebsar Rp 2 ribu per hari. Mereka merasa kebingungan uang itu akan dikemanakan. Pasalnya tidak pernah ada penjelasan dari kepala desa (kades), selaku penanggung jawab penarik retribusi.
Saat dikonformasi, Kades Sangatta Selatan Sjaim mengungkapkan ia telah mendengar keluhan dari pedagang. Dirinya membenarkan penarikan retribusi di pasar tersebut dilakukan setiap hari oleh kepala pengelola pasar. Menurutnya aturan tersebut tidak serta merta diterapkan tanpa dasar. Namun sudah diatur dalam Perdes No 1 Tahun 2017 tentang Pungutan Admin Desa.
“Penarikan benar adanya, setiap hari ditarik oleh kepala pasar. Kemudian sekira dua juta per bulan namun dikurangi dengan biaya operasional pasar, dan sisanya itu yang dimasukan ke desa,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (12/3).
Selain itu ia mengatakan penarikan retribusi tersebut kembali digunakan untuk kebutuhan pasar setiap bulan. Seperti pembayaran PDAM, uang kebersihan, dan jika ada kegiatan di pasar akan menggunakan anggaran tersebut.
“Banyak sekali kegunaan uang tersebut. Namun banyak pedagang tak menyadarinya. Seperti bayar air untuk kamar mandi umum yang ada di pasar, uang kebersihan, dan jika ada gotong royong di seluruh wilayah pasar, maka dana tersebut digunakan untuk operasional,” jelasnya.
Sekretaris Desa Sangatta Selatan Efendi, mengatakan dilakukannya penarikan retribusi hanya untuk mempertahankan eksistensi pasar di daerah tersebut. Pasalnya pemerintah kabupaten tidak lagi melakukan pengawasan. Sehingga operasiaonal dan teknis dikelola sepenuhnya oleh desa.
“Sekarang pemerintah, khususnya pemegang tanggung jawab pasar tidak lagi mengontrol kami. Dulu memang ada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) yang mengawasi. Sekarang tidak ada lagi. Jadi semua itu murni desa yang kelola demi bertahannya pasar di sini,” kata Efendi.
Menurutnya pihak desa sudah berupaya mengundang Disperindag untuk mediasi. Hal tersebut bertujuan untuk meminta penjelasan dan perhatian dari pemerintah.
“Kami sudah berupaya meminta mereka datang untuk rapat. Tetapi selalu saja diabaikan. Terakhir 2017 lalu kami mencoba kembali, tapi hasilnya sama saja. Mereka hanya meminta pada kami untuk mengelola pasar tersebut,” ujarnya.
Kepala Pasar Sangsel, Ali menceritakan dirinya yang melakukan penarikan setiap harinya. Hal tersebut pun ia lakukan semata untuk membayar penjaga keamanan dan kebersihan. Selain itu, jika ada jalan yang berlubang, mereka memperbaikinya. Menimbun dengan batu merah memakai uang tersebut. Ia pun memaparkan pendapatannya per hari tidaklah banyak. Namun harus dicukupkan untuk dibagi sesuai kebutuhan.
“Penarikannya memang dilakukan setiap hari, tapi hasilnya tidak banyak. Karena tidak semuanya kami tarik, paling yang melapak di tanah saja. Yang tokonya milik sendiri tidak mau dimintai. Kita juga tidak bisa memaksa. Selain itu, penghasilan paling banyak hanya Rp 160 ribu rupiah saja. Itupun harus memenuhi kebutuhan harian dan bulanan,” tutupnya. (*/la)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: