Dari Kunjungan Kajati ke Markas PWI Kaltim
Markas Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Kaltim kedatangan tamu istimewa, Rabu (8/3) kemarin. Dia adalah Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kaltim, Fadil Jumhana.
Bertempat di kantor PWI Kaltim di Jalan Biola nomor 8 Samarinda, rombongan Korps Adhyaksa itu diterima wakil ketua bidang organisasi PWI Kaltim M Imron Rosyadi, sekretaris PWI Kaltim Wiwid Marhaendra Wijaya, penasihat PWI Kaltim Intoniswan, sekretaris dewan kehormatan PWI Kaltim Munanto, dan pengurus lainnya.
Sementara, dalam kunjungannya kemarin, Kajati Kaltim yang baru bertugas itu mengikutsertakan Asisten Intelijen Sopran Telaumbanua, Kasi Penkum dan Humas A Muksin, serta jajaran lainnya.
Pada kesempatan itu, mantan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung itu mengungkapkan, dirinya selalu membuka diri. Bahkan, dia selalu menyambut baik jika ada wartawan yang ingin bertemu, atau klarifikasi berita.
“Tidak ada dalam prinsip saya, menutup-nutupi. Proses penegakkan hukum harus transparan. Namun, sesuai surat edaran, proses penyidikan tidak boleh diekspos jika menyangkut substani. Khawatir membuat kegaduhan,” kata Fadil, mengawali sambutan.
Dia menyebut, media adalah mitra. Dibutuhkan peran media untuk mempublikasikan kerja-kerja kejaksaan. “Saya berlakukan di daerah manapun (keterbukaan, Red.). Supaya masyarakat tahu, kami melayani masyarakat, juga pemerintah,” ujarnya.
Kendati demikian, Fadil juga tidak asal memberikan pernyataan. Meski terbuka dengan media, dia tetap memilah-milah media dan wartawan.
“Jujur, saya hanya melayani media yang profesional, serta wartawan dengan wadah yang jelas. Kadang kan tahu sendiri. Ada yang mengaku jadi wartawan, tapi tidak ada medianya. Ini yang harus dibatasi. Namun saya yakin, semuanya yang tergabung dalam PWI, jelas latar belakangnya,” katanya.
Bicara soal penegakkan hukum, Fadil menggaransi jika selama kepemimpinannya, akan dilakukan dengan mengedepankan kondusivitas.
“Penegakkan hukum justru mendorong pembangunan. Tidak perlu takut. Yang takut itu yang salah. Kami bersama pemerintah membentuk TP4 (Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan). Tujuannya untuk mencegah terjadinya korupsi,” katanya.
Dia menyebut, ada 251 proyek skala nasional yang diawasi TP4. Sehingga, perlu dikawal agar tidak terjadi penyimpangan.
Fadil menambahkan, di negara maju, kebiasaan tertib dibiasakan. “Jangan seperti saat ini, angka korupsi di Indonesia sangat tinggi. Sekitar 1.800-an. Sekarang tugas kami adalah bagaimana korupsi ditekan. Korupsi berhasil diberantas jika crime rate turun. Kuncinya pada pola kerja tertib, sistem baik, dan keterbukaan,” katanya.
Tahun ini, beber Fadil, adalah tahun pencegahan. Menurutnya, dengan pencegahan, kerugian negara sangat kecil. Berbeda dengan penindakan yang harus melakukan sita, yang justru menyebabkan negara tekor.
“Ketika melakukan penyidikan. Yang pertama saya tanyakan ke penyidik, berapa kekayaan negara yang bisa kamu selamatkan. Selama ini, dengan penindakan, kerugian negara begitu besar. Kalau dengan pencegahan, kerugian negara kecil. Dua per tiga karier saya di pidsus (pidana khusus). Saya termasuk penegak hukum yang beraliran itu (pencegahan, Red.),” tegasnya.
Fadil menyebut, target berikutnya adalah zerro tunggakan. Seluruh kejaksaan harus menuntaskan tunggakan kasus hingga batas akhir 31 Maret 2017.
“31 Maret tidak ada lagi tunggakan. Masa mau meninggal menyandang status tersangka. Ini namanya menggantung keadilan,” candanya.
Kepastian hukum harus diberikan. Sehingga, penyelesaian tunggakan menjadi salah satu prioritasnya.
“Artinya apa, kalau memang bersalah yang dilanjut prosesnya atau dilimpahkan, jika kurang alat bukti silakan SP3. KUHP membenarkan. Selama tidak cukup bukti silakan dihentikan,” sambungnya.
Saat ini, sebut dia, ada sembilan tunggakan kasus di Kaltim. “Di Kejati Kaltim sudah habis. Tinggal di kabupaten/kota saja,” katanya.
Pada kesempatan itu, Imron menyampaikan bahwa, PWI merupakan organisasi yang beranggotakan para wartawan dari berbagai media. Di mana, salah satu tugasnya adalah berupaya memerangi hoax.
“PWI merupakan organisasi profesi kewartawanan yang menjunjung tinggi kode etik. Kami berkomitmen untuk memerangi hoax. Karena, berita hoax begitu meresahkan. Kami juga sering sosialisasi serta diminta untuk menyampaikan informasi seputar aktivitas jurnalistik,” katanya.
Sementara, Wiwid menyampaikan, selain di Samarinda, PWI juga memiliki perwakilan di Bontang, Paser, Berau, Kutai Kartanegara (Kukar), Balikpapan, dan Paser. Menurutnya, untuk mengembangkan PWI memang agak berat. Pasalnya, syarat menjadi anggota harus lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
“Kami berupaya untuk menggelar UKW, khususnya bagi anggota PWI. UKW merupakan syarat mutlak untuk menjadi wartawan. PWI menegakkan aturan itu, untuk menjaga kualitas organisasinya,” katanya.
Sedangkan Munanto menyampaikan, selain “berperang” melawan hoax, PWI juga menginisiasi aksi bersih-bersih Sungai Karang Mumus (SKM). “Kegiatan bersih-bersih ini sudah berjalan setahun. Bahkan ada warga yang menyumbangkan kapal. Jadi, tugas wartawan tidak hanya menulis, tapi juga menjaga lingkungan,” katanya.
Intoniswan, salah seorang wartawan senior menambahkan, salah satu sumber masalah dalam pemberitaan adalah munculnya wartawan abal-abal. Kendati demikian, kata dia, saat ini jumlahnya terus berkurang. “Kami menyebutnya wartawan abal-abal. Tapi setahu saya jumlahnya berkurang,” pungkasnya. (gun)
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Saksikan video menarik berikut ini:
Komentar Anda