bontangpost.id – KPK masih menelaah ratusan aduan tindak pidana korupsi dari Kaltim yang diadukan masyarakat. Salah satunya proyek DAS Ampal di Balikpapan yang banyak dikeluhkan masyarakat akhir-akhir ini. Satu pengaduan dengan pengaduan lainnya akan digabungkan agar bisa menjadi satu kesatuan kasus korupsi yang terhubung.
Adapun sebanyak 41 aduan tindak pidana korupsi (tipikor) dari Balikpapan diterima KPK sepanjang 2021-2023. Dari puluhan aduan masyarakat itu, proyek penanganan banjir Daerah Aliran Sungai (DAS) Ampal yang menyedot APBD senilai Rp 136 miliar, termasuk yang dilaporkan ke komisi antirasuah. Proyek itu memakan waktu 518 hari kalender. Mulai 1 Agustus 2022 hingga 31 Desember 2023.
Dugaan tindak pidana korupsi itu dilaporkan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) pada pertengahan tahun ini. Kepada Kaltim Post (induk bontangpost.id), Ketua KPK Nawawi Pamolango mengungkapkan, laporan tersebut saat ini dalam penelaahan Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK.
“Kalau dari hasil telaah itu, kami anggap sudah cukup, maka akan diteruskan ke Direktorat Penyelidikan. Untuk dikeluarkan sprint lidik (Surat Perintah Penyelidikan). Tetapi, kami belum tahu persis perkembangan telaah itu arahnya ke mana. Kalau masih kurang (buktinya), kami sampaikan kepada pelapor untuk melengkapinya. Terus kawal itu,” katanya.
Seperti diketahui, MAKI melaporkan proyek pengendalian banjir perbaikan DAS Ampal kepada KPK. Sekjen MAKI Komaryono mengatakan, pihaknya sudah melengkapi berkas yang diminta oleh KPK. Aduan ini disampaikan pada 19 Juni. Selanjutnya pada 18 Juli, KPK meminta MAKI untuk melengkapi berkas.
“Berkas sudah kami lengkapi. Saat ini, proses selanjutnya kami serahkan ke KPK,” ucapnya.
MAKI melaporkan masalah mulai dari lelang proyek hingga pelaksanaan proyek pengendalian banjir tersebut. Menurutnya, selama proyek berjalan, banyak warga terdampak. “Kondisinya sangat membahayakan masyarakat,” ucapnya.
Selain itu, pihaknya menilai kondisi pekerjaan di Jalan MT Haryono sangat tidak ideal. Itu yang membuat MAKI menduga ada indikasi korupsi pada proyek ini.
Sementara itu, dikonfirmasi terpisah, Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud mengatakan tak masalah dengan aduan-aduan yang telah diterima KPK. Mengingat hak semua orang untuk menyampaikan aduan tersebut.
“Kami ikuti saja apapun laporan atau aduan yang diterima KPK. Mau bagaimana ya biasa saja,” ucapnya kemarin (19/12).
Apalagi ini merupakan laporan dari berbagai pihak dengan rentang waktu selama kurang lebih dua tahun, yakni 2021-2023. “Kami anggap ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah daerah,” sebutnya.
Menurutnya, setiap kritikan maupun evaluasi dari masyarakat akan menjadi perhatian untuk perbaikan di masa mendatang. Dia menambahkan, Pemkot Balikpapan terus berbenah melakukan kinerja terbaik untuk melayani warga Kota Minyak. Kini, hal yang terpenting semua program sesuai visi-misi kepala daerah yang tertuang dalam rencana pembangunan tetap berjalan.
Harapan Besar kepada KPK
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Informasi dan Data KPK Eko Marjono mengatakan, pihaknya tidak bisa menolak pengaduan yang dilaporkan masyarakat. Namun, terkadang pengaduan itu tidak berisi hal-hal yang berbau tindak pidana korupsi. Ada juga hal-hal yang lain. Misalnya masalah tanah.
“Itu ‘kan perdata, dan bukan kewenangan KPK. Mungkin karena harapannya terlalu besar kepada KPK. Sehingga itu diadukan juga,” katanya kepada Kaltim Post saat berkunjung di hunian pekerja konstruksi (HPK) Ibu Kota Nusantara (IKN), Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU), Selasa (19/12).
Eko melanjutkan, semua aduan yang yang masuk sudah dilakukan penelahaan KPK. Adapun rekomendasinya, sambung dia, ada beberapa yang sudah dilakukan. Misalnya, aduan tersebut sudah ditangani aparat penegak hukum. Maka pastinya akan dikoordinasikan melalui Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK.
“Apabila kemudian pengaduannya belum cukup bukti, kalau memang alamat pengadu lengkap, maka kami berikan surat pemberitahuan kepada pelapor. Menyampaikan bahwa belum cukup bukti,” ujarnya.
Upaya KPK menghubungi pelapor itu, dengan harapan bisa melengkapi bukti yang lebih memadai. Dia menyebut, ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diharapkan pelapor bisa menyertakan laporannya dengan bukti-bukti pendukung yang memadai.
“Kalau kaitannya dengan pencegahan, pastinya kami teruskan ke deputi bidang pencegahan dan monitoring. Apakah bisa LHKPN atau gratifikasi. Jadi, banyak tindak lanjut yang bisa dilakukan. Ada beberapa juga yang kami teruskan ke inspektorat provinsi atau inspektorat kabupaten/kota. Karena kewenangannya di sana,” paparnya.
Selain itu, seluruh laporan yang disampaikan pun diarsipkan. Kemudian dilakukan klarifikasi. Apabila masih kurang bukti yang memadai, maka akan disampaikan kepada pelapor untuk dilengkapi lagi.
Jika kemudian nantinya muncul pengaduan lainnya, maka KPK akan mengumpulkan aduan masyarakat tersebut bak sebuah puzzle. Satu pengaduan dengan pengaduan lainnya digabungkan agar bisa menjadi satu kesatuan kasus korupsi yang terhubung.
“Oleh karena itu, kami berharap orang yang melakukan pengaduan kepada KPK mengenai indikasi tindak pidana korupsi, bisa melengkapi dengan identitas dan alamat yang jelas. Jangan khawatir, kami akan melindungi kerahasiaan dari identitas pelapor. Asal pelapornya sendiri tidak menyampaikan atau memublikasikan identitasnya,” kata Eko.
Dia mencontohkan, pada beberapa kejadian, pelapor datang ke KPK. Setelah itu melakukan jumpa pers. Untuk menyampaikan kepada publik, bahwa telah melaporkan oknum pejabat yang diduga terlibat tindak pidana korupsi ke KPK.
“Itu rawan dilaporkan pencemaran nama baik. Makanya kami tidak menyarankan untuk melakukan itu,” katanya.
Untuk diketahui, selama kurun waktu dua tahun terakhir, jumlah pengaduan masyarakat terkait dugaan tindak pidana korupsi di Kaltim mencapai ratusan aduan.
Jumlah pengaduan yang diterima oleh KPK dari Kaltim, untuk periode 2021 hingga 2023 sebanyak 312 pengaduan.
Di antaranya, pengaduan tentang Kota Balikpapan sebanyak 41 aduan (sebelumnya tertulis 141 aduan), lalu Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) sebanyak 38 aduan, kemudian Kota Samarinda sebanyak 36 aduan, Kabupaten Kutai Barat (Kukar) dengan jumlah 30 aduan. Selanjutnya, Kabupaten Kutai Timur (Kutim) sebanyak 26 aduan dan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dengan jumlah 21 aduan. Sisanya dari kabupaten/kota lainnya di Kaltim. (riz/k15)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post