bontangpost.id – Kuasa Hukum Makmur HAPK, Sinar Alam angkat bicara terkait pelaksanaan paripurna pengumuman pergantian Ketua DPRD Kaltim, yang digelar Selasa (2/11/2021).
Menurut Sinar, paripurna pengumuman pergantian pemilik kursi pimpinan dewan sangat dipaksakan dan melanggar hukum. “Pimpinan dan anggota DPRD Kaltim yang menyetujui pengumuman pergantian ketua dewan semuanya diduga melanggar hukum,” kata Sinar, Selasa malam (2/11/2021).
Menurut Sinar, Fraksi Golkar dan anggota DPRD Kaltim panik dengan langkah-langkah hukum yang diambil kliennya. Akhirnya, sampai-sampai harus memaksakan paripurna yang salah dan tak berdasar. Fraksi Golkar disebut hanya menggunakan dalil putusan Mahkamah Partai Golkar. Padahal sesuai undang-undang, jika cita keadilan belum diperoleh dari mahkamah partai, negara telah menganjurkan melalui pengadilan.
“Tapi mereka semua abaikan itu. Mungkin mereka pikir setelah lolos paripurna niat mengganti sudah mulus. Kami pastikan sesuatu yang salah caranya maka akan semakin terjal dan potensi gagalnya besar,” jelasnya. Sinar menegaskan patut diduga adanya potensi gratifikasi dan transaksional yang dilakukan pihak-pihak tertentu. “Melanjutkan proses itu patut diinvestigasi kemungkinan potensi adanya gratifikasi atau praktek suap dan waktu yang akan membuktikan,” terang Sinar.
Menghadapi proses yang dianggap cacat hukum ini, kuasa hukum Makmur HAPK akan melakukan langkah-langkah berikutnya. “Kami juga akan melayangkan gugatan atas hasil paripurna tersebut. Senin depan mudahan dapat kami daftarkan ke Pengadilan Negeri Samarinda,” tegasnya.
Wakil Ketua dan anggota DPRD Kaltim yang menyetujui paripurna tersebut, dikatakan Sinar tidak menghormati proses hukum yang sedang berjalan. “Padahal mereka semua sudah menerima pemberitahuan mengenai Perkara No. 204/Pdt.G/2021/PN.Smr, teranggal 19 Oktober 2021 di Pengadilan Negeri Samarinda,” pungkasnya.
KEMUNDURAN CARA BERPIKIR
Pandangan dari kalangan akademisi diberikan Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah atas proses pergantian Ketua DPRD Kaltim dari Makmur HAPK ke Hasanuddin Masud. Castro, biasa ia disapa anggap bahwa keputusan paripurna untuk melanjutkan proses pergantian ketua DPRD itu, pertanda politik lebih dominan dibanding hukum.
“Mereka itu kan disumpah untuk menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan. Lantas bagaimana mungkin mereka melepeh sumpah itu dengan mendahulukan nafsu politik dibanding aturan hukum?,” ujarnya, Rabu (3/11/2021). “Ini jelas kemunduran cara berpikir anggota DPRD yang tidak layak ditonton publik. Logikanya begini, sifat putusan mahkamah partai itu kan tidak final dan mengikat, jadi tidak bisa diproses sebelum berkekuatan hukum tetap melalui putusan pengadilan. Satu-satunya putusan partai yang final dan mengikat adalah soal kepengurusan sebagaimana disebut di Pasal 32 ayat (5) UU 2/2011. Jadi selama masih ada upaya hukum yang dilalukan oleh pihak yang keberatan dengan putusan mahkamah partai, maka putusan itu belum bisa dieksekusi,” jelasnya lagi.
Dijelaskan Castro, contoh kongkritnya kasus Fahri Hamzah yang dipecat PKS di DPR-RI, atau kasus Viani Limardi yang dipecat PSI di DPRD DKI. Usulan pergantiannya tidak bisa langsung dieksekusi, sebelum upaya hukum di pengadilan clear. “Jadi seharusnya DPRD secara kelembagaan taat terhadap hukum, bukan tunduk terhadap kepentingan golongan. Yang lebih aneh lagi, ada anggota DPRD yang goyah iman-nya hanya karena desakan kelompok tertentu. Itu kan konyol namanya,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, proses pergantian Ketua DPRD Kaltim dari Makmur HAPK ke Hasanuddin Mas’ud kembali menghangat. Hal ini usai dalam rapat paripurna yang digelar pada Selasa (2/11/2021), nyaris seluruh fraksi setuju dengan usulan itu. Hanya Fraksi Gerindra yang memutuskan walkout dari rapat paripurna itu. Proses pergantian Ketua DPRD Kaltim ini pun menarik pula untuk disimak. Pertama, usulan pergantian Makmur HAPK itu datang dari Golkar. Hal itu tertuang melalui Surat DPD Golkar bernomor: 108/DPD/GOLKAR/KT/III/2021, tanggal 15 Maret 2021 perihal Usulan Pergantian Ketua DPRD Kaltim Periode Tahun 2019-2024.
Surat dari DPD itu kemudian berbuah adanya surat dari DPP Golkar dengan nomor: B-600/GOLKAR/VI/2021, tanggal 16 Juni 2021 tentang Pergantian Antar Waktu Pimpinan DPRD Provinsi Kalimantan Timur Periode 2019-2024.
Di tengah proses pergantian itu, terjadi pula gugatan ke Mahkamah Partai Golkar, yang berujung pada tak disetujuinya upaya Makmur HAPK untuk menggugat keputusan pergantian itu. Tak berhenti, Makmur HAPK kemudian melanjutkan ke proses gugatan hukum di Pengadilan Negeri Samarinda. Gugatan itu bernomor 204/ Pdt.G/2021PN Smr.
Gugatan itu diajukan ke pihak-pihak Partai Golkar, mulai dari Airlangga Hartanto, Ketua Umum Golkar, hingga Rudy Masud, Ketua DPD Golkar Kaltim saat ini. Saat ini, proses gugatan itu masih berlanjut di PN Samarinda. Belum selesai gugatan dan hasil inkrah di PN Samarinda, kabar terbaru kemudian datang mengagetkan. Yakni adanya keputusan DPRD Kaltim yang menyetujui usulan pergantian Ketua DPRD Kaltim itu.
Dikonfirmasi terkait persetujuan dewan tersebut, Muhammad Samsun, Wakil Ketua DPRD Kaltim menegaskan keputusan persetujuan menjadi dilema di pihak DPRD. Hanya saja, untuk menjaga kondusifitas kedewanan, dirinya terpaksa menyetujui usulan pergantian tersebut.
“Ini kan ribut terus ini. Tiap paripurna pasti ribut,” ungkap Samsun, ditemui Selasa (2/11/2021). “Gak produktif kita (DPRD Kaltim). Mengganggu kinerja dewan,” sambungnya.
DIMINTA MENGHORMATI
Anggota DPRD Kaltim dari Fraksi Partai Golkar Nidya Listiyono mengharapkan semua pihak menghormati keputusan lembaga yang menyetujui pergantian posisi ketua DPRD. Dari semula dijabat Makmur HAPK diganti Hasanuddin Mas’ud.
Keputusan DPRD Kaltim itu secara resmi disetujui dalam Rapat Paripurna ke-25 Tahun 2021 yang dilaksanakan Rabu (3/11/2021).
Terkait sikap Wakil Ketua DPRD Kaltim Seno Aji dari Fraksi Gerindra melakukan walk out dari rapat paripurna tersebut, Tio menilai hal yang wajar.
“Ini bicara lembaga. Seluruh anggota berhak menyuarakan. Saya nggak bicara partai ya. Tapi dari rapat paripurna kemarin sudah jelas. Sudah dibacakan dan diputuskan. Hormatilah,” katanya.
Adapun, dugaan gratifikasi pergantian ketua DPRD Kaltim dibantah Tio. Menurutnya, pihaknya telah komunikasikan ke semua anggota DPRD Kaltim, bahwa dari Golkar ada surat dari DPP Golkar terkait pergantian Alat Kelengkapan Dewan (AKD) posisi ketua DPRD Kaltim.
Ketika disinggung ada beberapa anggota DPRD yang menolak dan sekarang mendukung pergantian ini, Tyo menyarankan awak media untuk tanyakan kepada yang bersangkutan karena dirinya juga tidak paham desas-desus tersebut.
“Jika ada lobi-lobi yang menjurus ke gratifikasi ke fraksi atau partai lain saya pastikan tidak ada bahkan saya tidak punya uang untuk itu, ” tegasnya.
“Intinya ini hak prerogatif dari partai Golkar, tentu kami sepaham dan sepakat bahwa semua partai dan fraksi itu saling menghormati. Itu yang kami junjung tinggi,” tuturnya. (myn/pro)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post