bontangpost.id – Kepala Desa Suko Mulyo, Kecamatan Sepaku, Samin mengatakan penambang itu terus beroperasi dan aman-aman saja. “Hanya jumlahnya saat ini berkurang. Jadi tiga titik saja,” kata Samin kepada Kaltim Post, kemarin (4/1).
Dia mengatakan, sebagai kepala desa bertanggung jawab kepada warganya yang disebutnya terdampak akibat aktivitas penambangan tersebut. Utamanya, terkena debu pada saat hauling menggunakan kawasan jalan yang melewati perkampungan Suko Mulyo.
Dia pun menyesalkan aparat penegak hukum yang hingga kini belum tampak melakukan penertiban optimal, dan permanen. “Saya sebagai kepala desa sudah berupaya maksimal meneruskan aspirasi warga agar penambangan tersebut ditertibkan,” katanya.
Sebelumnya, kegiatan penambangan “emas hitam” itu dari bumi PPU terus dikeluhkan masyarakat dan ramai diwartakan media cetak, dan online. Jumlahnya, seperti diungkapkan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) PPU Muhtar, awalnya 6 titik jadi 8 titik dan kemudian berkembang menjadi 10 titik.
Dia menegaskan, aktivitas penambangan ilegal tersebut sering dirazia. Saat berbincang dengan media ini, Muhtar menyebutkan telah 10 kali melakukan upaya penertiban dengan mendatangi langsung bersama anggotanya ke Bukit Tengkorak.
Namun, lanjut dia, saat tim operasi berada di lokasi selalu saja tidak menemukan kegiatan penambangan. Dia menduga keras bahwa setiap terjadi rencana operasi selalu bocor. Namun, dia tidak mengetahui apakah bocor dari internal anggota tim. “Yang jelas, bocor,” kata Muhtar.
Saat ditanya apakah operasional pertambangan batu bara di kawasan ibu kota negara (IKN) Sepaku itu memiliki izin, dan pihaknya tidak mengetahui, Muhtar mengungkapkan, perizinan eksploitasi tambang batu bara masuk domain pemerintah pusat.
Sementara itu, pemerintah daerah hanya memiliki fungsi dan sekaligus memiliki kewenangan pengawasan. Disinggung desakan berbagai pihak agar tambang batu bara yang secara gamblang disebut oleh Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Kabupaten (Sekkab) PPU Muliadi merupakan tambang batu bara ilegal, Muhtar mengatakan, penertiban tidak bisa dilakukan sendiri oleh Satpol PP PPU.
“Perlu sinergi berbagi tugas dengan TNI dan Polri. Kedua institusi ini bertugas dari sisi penanganan pelanggaran hukum, sedangkan pemerintah daerah menangani dari segi izin prinsip,” ujarnya.
Perihal upaya penertiban tambang batu bara diduga ilegal itu menjadi perhatian lembaga swadaya masyarakat di daerah ini. Salah satunya, Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (AMPL) Kaltim turut memberikan perhatian serius terhadap persoalan tambang batu bara tersebut.
Bahkan, AMPL yang dipimpin Zulpani Paser ini menyurati presiden. Tetapi, belum diketahui perkembangannya hingga kini. Zulpani Paser saat dihubungi koran ini, kemarin, belum membalas konfirmasi yang dikirim ke ponselnya. (ari/kri/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post