Pemberlakuan tarif jalan Tol Balikpapan-Samarinda (Balsam) belum sepenuhnya berjalan mulus. Wakil rakyat menolak. Minta pemerintah pusat mengkaji ulang.
bontangpost.id – Pertengahan Juni mendatang, Tol Balikpapan-Samarinda akan dikenakan tarif yang dinilai mahal. Jadi, masyarakat tidak lagi bebas melewati jalan bebas hambatan itu. Kenyataan itu yang mendapat pertentangan dari wakil rakyat yang duduk di Karang Paci, sebutan gedung DPRD Kaltim di Samarinda.
Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK akan menyurati Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dia ingin duduk bersama membicarakan masalah tarif tol. Sebab, tol itu adalah proyek yang ditunggu-tunggu publik.
Jadi, dia berharap, tol bisa dinikmati secara gratis oleh masyarakat dahulu. Apalagi, tarif saat ini dianggap Makmur cukup mahal untuk pengguna. “Maka, kami ingin duduk bersama. Dengan pihak terkait dan juga pihak kementerian untuk membicarakan masalah tarif ini,” terangnya.
Sebelumnya, tarif tol diusulkan Rp 1.000 per kilometer untuk golongan I. Namun, belakangan ditetapkan di kisaran Rp 1.287 tiap kilometernya dengan pertimbangan bisnis. Jika investasi yang digelontorkan Rp 9,97 triliun. Berdasarkan penghitungan sebelumnya dengan tarif Rp 1.000 per kilometer dan jumlah lalu lintas harian rata-rata (LHR) sebanyak 11 ribu kendaraan per harinya, memerlukan waktu sekitar 25 tahun break-even point (BEP).
Meski begitu, ada dana Pemprov Kaltim dalam pembangunan tersebut. Makmur menambahkan, pembangunan tol belum tuntas benar. Sebab, jalan penunjang belum kelar. Misal jalan dari tol ke Samarinda, masih sempit dan belum tertata benar.
Dia mengungkapkan, hal itu dipilih karena suara warga tak sedikit yang keberatan karena penetapan tarif tol ini. Apalagi kondisi di tengah pandemi saat ini. Belum lagi jika dibandingkan dengan Pulau Jawa, Kaltim tak pernah merasakan jalan tol. Berbeda dengan Jawa yang sudah dibangunkan jalan tol sejak lama.
Ketua harian Golkar Kaltim itu menilai, DPRD Kaltim tak setuju dengan penetapan tarif itu. Sebab, pembangunan jalan tol juga menggunakan APBD Kaltim. Namun, bila penetapan tarif itu tidak bisa dihindari, dia menuntut pusat bisa memperbaiki jalan poros Balikpapan-Samarinda (Jalan Soekarno-Hatta) yang notabene berstatus jalan nasional.
Sementara itu, Sekprov Kaltim M Sa’bani mengungkapkan, pihaknya sejauh ini akan memonitor perkembangan dahulu. Dia menjelaskan, pertama penetapan tarif tol itu adalah kewenangan pemerintah pusat. Kemudian, di dalam tol tersebut terdapat investasi swasta yang cukup besar. Investasi swasta itu tentu memerlukan BEP.
“Maka kami monitor perkembangannya. Sebab, bagaimanapun ada pilihan selain jalan tol, masyarakat bisa melintasi jalan arteri yaitu Jalan Soekarno-Hatta. Jalan arteri kita yang selama ini sudah dipakai itu tetap dipelihara. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir untuk memanfaatkannya. Ini adalah pilihan-pilihannya,” terang Sa’bani.
Selain itu, pengoperasian jalan tol dan jalan arteri akan membagi jumlah kendaraan yang melintas dari Samarinda maupun Balikpapan. Dengan begitu, jalan arteri juga tidak akan seramai sebelumnya. Masyarakat bisa memilih melewati jalan tol yang berbayar atau jalan arteri yang tidak dipungut bayaran.
“Menurut saya kita ikuti saja dahulu (pusat). Sambil kami monitor dan evaluasi perkembangannya. Dan bagaimanapun ada BUMN yang berinvestasi di sana (jalan tol). Mereka perlu mengembalikan modal yang dikeluarkan untuk jalan tol tersebut,” sambungnya.
Untuk diketahui, pemerintah pusat telah mengeluarkan investasi di Seksi 5. Sedangkan pemerintah provinsi berinvestasi di Seksi 1. Saat itu jika tidak ada investasi pemerintah di Seksi 5, pihak investor tidak ingin mengeluarkan modalnya. Pasalnya, secara hitung-hitungan tidak layak secara finansial.
Di samping, ucap dia, Kalimantan berbeda yang intensitas kendaraannya lebih sedikit dari Pulau Jawa. “Dalam kalkulasi mereka, modal yang diperlukan sangat besar. Sementara BEP sangat lama. Penyebabnya, LHR masih rendah dibandingkan Pulau Jawa dan Sumatra,” jelasnya.
Untuk diketahui, sebelumnya diumumkan bahwa terhitung Minggu (14/6) pukul 00.00 Wita, tarif Jalan Tol Balikpapan-Samarinda (Balsam) Seksi 2, 3, dan 4 (Samboja-Simpang Jembatan Mahkota 2) resmi diberlakukan.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri PUPR, penetapan golongan kendaraan bermotor dan besaran tarif tol bagi Jalan Tol Balsam Seksi 2, 3, dan 4 dibagi lima golongan. Dengan rentang tarif Rp 75.500–167.500.
Direktur Keuangan dan Administrasi PT Jasamarga Balikpapan Samarinda (JBS) Adik Supriatno menilai, ada yang keberatan atas penetapan tarif tol itu adalah hal biasa. Menurut dia, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sudah menghitung dengan baik dan cermat. Mempertimbangkan semua hal sebelum menetapkan tarif untuk Seksi II, Seksi III, dan Seksi IV.
Mengenai adanya APBD Kaltim yang digunakan untuk membangun Tol Balsam, dia menerangkan kembali kebijakan tersebut. Adik mengatakan, APBD Kaltim untuk membiayai Tol Balsam adalah viability gap fund (VGF) atau dana subsidi pemerintah untuk proyek-proyek skema pemerintah-swasta (public private partnership).
Tanpa subsidi, maka tidak ada Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang mau mengerjakan pembangunan tol. Karena lalu lintas harian (LHR) tol di luar Jawa, khususnya Kalimantan kurang dari 20 ribu kendaraan per harinya.
Akhirnya, BPJT mengusulkan subsidi untuk proyek pembangunan Tol Balsam. Setelah itu, lelang investasi terhadap jalan bebas hambatan sepanjang 97,99 kilometer itu dilakukan pada 2015. Sebagai peserta, PT JBS mengusulkan besaran VGF adalah 30 persen dan 70 persen sisanya akan dibiayai oleh BUJT.
Penawaran itu, jauh lebih kecil daripada peserta lelang lainnya. Yang mengusulkan dana subsidi pemerintah mencapai 80 persen dan yang akan dibangun oleh BUJT sebesar 20 persen. Dengan penawaran tersebut, PT JBS pun ditetapkan sebagai pemenang lelang investasi pembangunan Tol Balsam.
Dengan penawaran VGF sebesar 30 persen. Sementara 70 persen sisanya, yakni Seksi 2, 3, dan 4 akan dikerjakan PT JBS. Kemudian, BPJT menghitung biaya pembangunannya. Kala itu, biayanya untuk pembangunan tiga seksi tersebut sekitar Rp 9,972 triliun.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Pemprov Kaltim memberikan dukungan pembangunan konstruksi di Seksi I dan Seksi V. Pembangunan Seksi I menggunakan APBD Kaltim sebesar Rp 1,5 triliun dan APBN sebesar Rp 271 miliar.
Rp 79,88 miliar di antaranya dialokasikan untuk pembangunan Jembatan Manggar sepanjang 613 meter. Sedangkan untuk Seksi V didanai oleh APBN yang berasal dari pinjaman dari Pemerintah Tiongkok sebesar Rp 848,55 miliar atau sekitar 8,5 persen dari total investasi.
Lalu dilakukan penghitungan IRR atau internal rate of return (IRR) untuk mengukur kelayakan suatu investasi berdasarkan tingkat suku bunga. Berdasarkan survei yang dilakukan BPJT, IRR yang ditetapkan sebesar 12–13 persen dengan asumsi LHR pada Tol Balsam adalah 11 ribu kendaraan.
Menurut dia, biaya pembangunan tiga seksi tersebut yang memerlukan investasi sebesar Rp 10 triliun, maka paling sedikit utang yang ditanggung BUJT sekitar Rp 7 triliun. Dan kewajiban pembayaran bunga hampir 10 persen. Maka bunga yang harus dibayarkan Rp 700 miliar.
Dengan demikian, supaya BUJT tidak merugi, pendapatan tol harus melebihi Rp 700 miliar. Dengan jumlah kendaraan yang melintas di tol sebanyak 11 ribu per hari, juga tidak dapat mencukupi biaya pembayaran bunga. “Selama masa operasi, bank enggak mau tahu. Kalau kurang si pemegang saham harus top-up,” terangnya.
Dia melanjutkan, semisal pendapatan tol hanya Rp 500 miliar. Dan dikurangi biaya operasional sebesar 20–30 persen, maka menyisakan sekitar Rp 400 miliar. Sementara bunganya mencapai Rp 700 miliar.
Berarti sekitar Rp 300 miliar yang harus disetorkan pemegang saham. “Itu baru bunganya. Belum principal-nya (pokok pembayarannya). Jadi jangan dikira BUJT untung. Tapi karena semangat kita membangun negeri. Memberikan manfaat untuk menumbuhkan kegiatan perekonomian di Kaltim,” pungkasnya. (nyc/rom/k8/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post