bontangpost.id – EA (53) yang menjabat sebagai lurah Sungai Kapih, Kecamatan Sambutan, dan rekannya, RA (46) ditangkap polisi pada Selasa (5/10/2021) lalu. Mereka disangka melakukan pungutan liar (pungli) program Program nasional Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Dari penangkapan tersebut, polisi menyita uang Rp 678 juta hasil pungli dari 1.500 warga yang mengajukan sertifikat tanah. Pungli dilakukan sejak 2020.
Saat itu, Kelurahan Sungai Kapih mengajukan PTSL ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk bidang tanah 1.500 pemohon. Didahului dengan pendataan dan pendaftaran pemohon. Pada saat pendaftaran, pemohon dikenakan Rp 100 ribu.
Kemudian, Juli 2021, Kantor BPN Samarinda menyampaikan pelaksanaan PTSL di Sungai Kapih dengan sosialisasi kepada masyarakat tentang persyaratan dan biayanya.
Tindak lanjut dari sosialisasi tersebut, Kelurahan Sungai Kapih membentuk tim dengan menunjuk tersangka RA. Ketika itu EA tak membentuk Satuan Tugas tingkat Kelurahan sebagaimana Peraturan Walikota Nomor 24 Tahun 2017.
Lalu, pada 2021, petugas Kantor BPN Samarinda meminta kelengkapan administrasi 980 pemohon yang memenuhi persyaratan untuk proses PTSL lebih lanjut.
Saat itu, tersangka RA menyampaikan kepada pemohon bahwa ada biaya pengenaan menunjang operasional terhadap pelaksanaan tersebut sebesar Rp 1,5 juta per kavling tanah 10×20 meter. Ada 540 pemohon yang membayar pengenaan biaya tersebut.
Saat penangkapan tersangka RA, polisi menyita uang Rp 24,3 juta hasil pungli. Polisi yang melakukan penyidikan, lalu menyita lagi uang dari formulir pendaftaran Rp 170 juta, uang dalam rekening Rp 439 juta dan uang dalam rekening EA Rp 45 juta.
Wakapolres Samarinda AKBP Eko Budiarto menjelaskan penangkapan EA bermula dari informasi bahwa ada warga yang dimintai uang dalam program PTSL.
“Setelah mengumpulkan barang bukti yang cukup mengarah kepada tersangka (EA), polisi melakukan operasi penangkapan pada 5 Oktober 2021 pukul 13.00 Wita,” kata Eko, Senin (11/10/2021).
Dikatakan Eko, tersangka oknum lurah EA melakukan pungli melalui orang luar yang direkrutnya berinisial RA menjadi koordinator pengurusan PTSL bagi warga yang mengajukan sertifikat tanah.
“Para tersangka meminta kepada warga Rp 1,5 juta setiap pengurusan kavling tanah. Jadi kalau ada 2 kavling, maka bertambah lagi uang yang harus dibayar,” jelas Eko.
Eko menambahkan tersangka EA dijerat pasal 12 huruf e Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan, tersangka RA dijerat pasal 12 huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 jo pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara. (myn)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post