SANGATTA – Pedagang kecil seperti sayur-sayuran mengeluh lantaran usaha kecilnya harus ditarik retribusi oleh oknum petugas di Pasar Tradisional Sangatta Selatan.
Wanita tua yang enggan disebutkan namanya tersebut harus mengeluarkan uang sebesar Rp 2 ribu setiap hari.
Dari kupon berukuran kecil yang dibagikan ke semua pedagang, terdapat stempel desa. Artinya, pungutan tersebut diduga dilakukan oleh desa setempat.
Wanita yang berumur 55 tahun itu mengaku tidak mengetahui pasti pungutan tersebut akan dipergunakan untuk apa. Yang jelas, dirinya cukup keberatan atas apa yang dilakukan petugas tersebut.
“Saya hanya jual sayur. Kadang laku dan kadang tidak. Tetapi setiap hari harus setoran. Saya cukup keberatan,” katanya.
Antara pengeluaran dan penghasilan nyaris seimbang. Pasalnya, sayur yang dijual tidak murni dagangan sendiri. Sebab, dirinya mengambil dagangan dari orang lain dan kemudian dijual kembali.
“Sayur yang saya jual dalam sebungkus untungnya hanya 50 rupiah. Kemudian, setiap hari keluar Rp 2 ribu,” katanya.
Masalah lainnya, juru pungut dianggap tak memiliki dasar untuk mengambil uangnya setiap hari. Pasalnya, dirinya berdagang di jalanan. Di atas tanah, bukan lapak yang disediakan desa atau pemerintah.
“Kami sudah bayar pajak jalan, pajak bangunan. Jualan dibibir jalan ditarik juga,” katanya.
Hal itu kata dia, bisa saja dibenarkan asal uang hasil pungutan untuk pembenahan pasar. “Saya belum merasakan langsung uang hasil pungutan. Saya tidak tahu lari ke mana. Hanya yang memungut yang tahu,” katanya.
Sementara itu, Kades Sangatta Selatan, Sjaim belum dapat memberikan komentar terkait hal itu. “Senin saja kita ketemu,” tukasnya lewat sambungan telepon. (dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: