SANGATTA- Gaji standar Upah Minimum Kabupaten (UMK) untuk Tenaga Kerja Kontrak Daerah (TK2D) kembali mencuat. TK2D meminta kepada Pemkab Kutim agar menaikkan gajinya setara UMK. Pasalnya, mereka merupakan tenaga kontrak. Tak ubahnya dengan para pekerja kontrak lainnya.
“Saya sangat setuju dan berharap sekali gaji kami sesuai dengan UMK. Karena hal itu memang merupakan hak kami,” ujar salah seorang TK2D yang enggan dikorankan namanya.
Katanya, naiknya gaji akan menjadi energi tersendiri bagi TK2D. Tentu saja, menambah semangat kinerja dalam memberikan pelayanan ekstra kepada masyarakat.
“Jadi sesuai antara kewajiban dan hak. Intinya kami hanya menginginkan hak kami saja. Tidak lebih dari itu. Apalagi gaji kami sendat-sendat,” katanya.
Hanya saja diakuinya, jika saat ini Pemkab Kutim belum dapat merealisasikan hal itu. Sebab, masih tersandra oleh defisit keuangan.
“Kami sadari hal ini belum dapat terwujud. Tetapi besar harapan kami gaji setara UMK bisa dikabulkan. Mudahan saja bisa terwujud,” katanya.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Irawansyah mengaminkan hal itu. Katanya, mimpi memiliki gaji setingkat UMK sangat didukung. Hanya saja hal itu belum dapat dikabulkan untuk saat ini.
“Tidak ada dasar, belum. Hanya kemampuan daerah. Bersabar saja,” katanya.
Jauh sebelumnya, Dewan Pengupahan Kabupaten (DPK) Kutim menyepakati gaji TK2D setara UMK.
Perwakilan DPK Apindo Kutim, Uce Prasetyo, mengatakan pihaknya harus taat pada sistem perundangan yang berlaku.
Suka atau tidak, SK Gubernur tersebut sekarang sudah jadi ketentuan hukum. Hal ini berdasarkan Permenaker Nomor 01/1999 dan Nomor 226/2000 yang mengatur bahwa UMK harus lebih besar daripada UMP.
“Jadi persetujuan saya pada rapat penentuan upah di DPK karena saya harus taat pada sistem dan menjaga iklim usaha yang kondusif di Kutim,” katanya.
DPK sebagai lembaga non struktural yang dibentuk berdasar Keppres Nomor 107/2004, tugasnya antara lain memberikan saran tentang upah minimum dan saran penerapan sistem pengupahan di tingkat kabupaten.
“Karena tugas tersebut, DPK mewacanakan ke publik bahwa besaran UMK perlu juga diberlakukan kepada pegawai honorer (TK2D) Pemkab Kutim, termasuk pasukan kuning yang bertugas membersihkan kota,” katanya.
Alasan-alasan dari wacana tersebut antara lain, pertama, secara ekonomis, TK2D Pemkab Kutim juga tinggal dan hidup di Kutim. Idealnya mereka juga perlu hidup layak minimal sesuai KHL atau UMK.
Kedua, kenaikan upah di sektor swasta juga berpotensi meningkatkan harga barang kebutuhan sehari-hari. Tentunya hal tersebut juga berdampak pada kemampuan pegawai TK2D.
Ketiga, secara moral, kondisi pengupahan sekarang kurang ideal. Satu sisi Pemkab mewajibkan kepada pengusaha swasta untuk memberi upah atau melaksanakan UMK. Tapi di sisi lain pegawai honorer diupah di bawah UMK. Idealnya Pemkab Kutim juga memberikan keteladanan.
Keempat, dengan diberlakukanya UMK pada TK2D, untuk selanjutnya pemerintah juga bisa berempati dalam menentukan besaran UMK. Juga bisa menuntut kinerja pegawai TK2D seimbang dengan kinerja pegawai swasta, agar laju perekonomian sama-sama cepat maju.
“Dalam hal ini, wacana tersebut tentu perlu kajian, masukan dari banyak pihak, dan perlu diproses sesuai ketentuan hukum atau perlu ada landasan hukumnya, misalnya peraturan daerah,” kata Uce. (dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post