Sebelum berpesta miras, Dadang sempat pamit pada sang ibu. Ingin bekerja jauh dan tidak pulang.
Ilmidza Amalia Nadzira, Kabupaten, JP Radar Kediri
Solikati duduk berdampingan dengan sang suami di teras rumahnya, di RT 55, RW 16, Dusun Besowotimur, Desa Besowo, Kecamatan Kepung. Raut wajahnya mengguratkan kesedihan. Wanita 60 tahun ini tertunduk lesu.
“Tidak ada firasat akan terjadi peristiwa ini,” ucap ibu yang baru saja kehilangan sang anak ini dengan lirih.
Solikati adalah orang tua Dadang Setiawan. Pemuda 22 tahun yang baru saja jadi korban pesta miras oplosan di desanya. Selain Dadang, ada tiga korban lagi yang meninggal dunia akibat over dosis (OD) itu. Seperti halnya Dadang, ketiganya juga sudah dikubur oleh keluarga masing-masing.
Bagi Solikati, memang tidak ada firasat sebelum anak lelaki satu-satunya itu mengalami nasib seperti itu. Yang dia ingat, hanya keinginan anaknya untuk pergi jauh.
“Beberapa hari sebelum tahun baru ini tiba-tiba dia pamit mau kerja jauh dan tidak pulang,” kenangnya, dengan mata basah.
Siapa sangka keinginan itu ternyata terwujud. Dadang pergi jauh dan tak pernah lagi kembali. Itu setelah dia menjadi korban tindakannya sendiri yang ikut pesta miras bersama teman-temannya.
Dari cerita Solikati, Dadang langsung sakit setelah pesta tahun baru di poskamling itu. Dengan kondisi napas sesak dan pandangan mata kabur. Sempat dijenguk Kepala Dusun Besowotimur Wibowo, Dadang kemudian dilarikan ke rumah sakit, Jumat (1/1). Ke RS HVA Toeloengredjo Pare.
Sempat dirawat di ruang ICU, nyawa Dadang tak tertolong lagi. Sabtu (2/1) sekitar pukul 20.00 nyawa sang peminum oplosan ini tak bisa ditolong lagi. Solikati menceritakan anak bungsunya itu yang sehari-hari bekerja serabutan. Pekerjaan utamanya adalah buruh tani. Sesekali juga memancing ikan.
Pada hari kejadian, Dadang baru keluar sehabis Magrib. Dia izin kumpul bersama teman-temannya “Izin mau bakar-bakaran tahun baruan di poskamling depan,” terangnya.
Solikati mengizinkan keinginan anaknya itu. Sebab, bagi dia, Dadang memang layak menikmati pengujung tahun bersama teman-temannya. Setelah sebelumnya berkutat dengan pekerjaan.
“Anaknya rajin bekerja,” ujarnya sesekali menyeka air matanya.
Dadang juga tidak pernah merepotkan orang tua. Apalagi sang ayah juga sedang sakit stroke. “Kakaknya kan sudah berkeluarga semua. Jadi kami hanya bertiga tinggal di rumah ini,” terangnya menjelaskan bahwa anak bungsunya itu juga menjadi tulang punggung keluarga.
Sebagai seorang ibu, Solikati tidak terlalu protektif. “Yang penting pamit, namanya juga anak muda, kalau sudah begini ya berarti sudah garis takdir anak saya,” ujarnya semakin sesenggukan tak kuat menahan tangis.
Tangisan Solikati yang semakin tak terbendung membuat Atik (33), kakak kedua Dadang menghampirinya di ruang tamu. Wanita ini juga ikut merasakan kesedihan mendalam atas kepergian sang adik. “Saya sempat syok kalau adik saya meninggal. Karena saya masih terus komunikasi dengannya meskipun saya tidak di sini,” jelas wanita yang tinggal bersama dengan suaminya di Tulungagung ini.
Terkait meninggalnya adiknya itu, dia dan orang tuanya sudah mencoba ikhlas. “Ya anggap ini musibah di keluarga saya, mau tidak mau harus ikhlas,” ucapnya menghela napas panjang. Dirinya berharap, kejadian ini bisa menjadi pelajaran bagi para pemuda di Dusun Besowotimur agar tidak mengadakan pesta miras lagi.
Kepala Dusun Besowotimur Wibowo, juga berharap kejadian ini menjadi peringatan bagi pemuda di desanya. Sebagai kepala dusun dia juga merasa berduka atas apa yang dialami warganya itu. Repotnya, saat kejadian dia kebetulan tengah mempersiapkan hajatan.
“Ya tarup di depan ini harus dicopot lagi. Menurut orang Jawa, tarup hajatan tak boleh dilewati orang meninggal,” ujarnya.
Wibowo bercerita, dia mulai mencium gelagat buruk saat bertakziah ke rumah korban meninggal lainnya. Saat itu korban yang bernama Joko mengeluh sesak napas. “Langsung saya suruh sebutkan siapa saja yang terlibat,” ungkapnya.
Setelah Joko menyebutkan 9 orang yang ikut pesta miras itu, dirinya langsung menyiapkan kendaraan untuk membawa pemuda-pemuda yang masih selamat. Enam orang ke Rumah Sakit HVA. “Di sana ditolak karena sudah penuh,” ujarnya. Lalu, setelah itu dibawa ke klinik Mitra Medika. Namun di sana juga ditolak karena alatnya tidak cukup memadai untuk menangani.
“Akhirnya ke RSKK, di sana Ardiansyah dinyatakan meninggal pada hari Minggu,” ujarnya.
Dirinya berharap, kejadian ini bisa membuat jera para pemuda di dusunnya itu. Sekaligus bagi para penjual miras oplosan. “Kalau penjual mirasnya itu sudah ditangani kepolisian, biar diselidiki, miras oplosannya dicampur apa saja,” terangnya. (fud)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post