Di media sosial, marak terjadi penolakan warga terhadap pemakaman jenazah pasien positif virus korona. Warga setempat takut jika virus tersebut menjangkiti mereka bila jenazah dimakamkan di dekat permukimannya. Lalu, seperti apa dari sudut pandang agama menilainya?
PENOLAKAN jenazah yang positif terpapar virus korona oleh warga semestinya tidak terjadi. Hal itu disampaikan Ketua Majelis Tarjih Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Bontang, Rahmad Budiono, Kamis (2/4/2020). Kepada Bontangpost.id, ia menyebut jenazah yang sudah dikuburkan tidak menjadi sumber penularan bagi warga di sekitar pemakaman.
Rahmad menuturkan, pengurusan jenazah yang terkena wabah atau tha’un sudah disyariatkan dalam Islam. Dalam hal ini, selain menggunakan pandangan syariat, pandangan medis juga dibutuhkan dalam praktik pengurusan jenazah.
“Jenazah yang sudah pasti terkena penyakit menular, dan dikhawatirkan menular saat pengurusan jenazahnya, ada perlakuan khusus,” katanya.
Hal ini pun juga sudah difatwakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Fatwa itu termuat dalam surat edaran PP Muhammadiyah Nomor 02/Edr/I.0/E/202 tentang Tuntunan Ibadah dalam Kondisi Darurat Covid 19. Fatwa ini menyebutkan perawatan jenazah covid-19 sejak meninggal dunia sampai dikuburkan dilakukan sesuai dengan standar protokol kesehatan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang, misalnya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 300/Menkes/SK/IV/2009 tentang Pedoman Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza.
Bagi yang mengurus jenazah orang yang terkena penyakit menular seperti covid-19, lanjut Rahmad, diwajibkan menggunakan alat pelindung diri (APD) selama prosesnya. Sementara itu, jenazah tidak dimandikan sebagaimana proses biasanya. Jika menurut medis virus tersebut masih dapat menular melalui cairan atau droplet.
“Pakaian jenazah juga tetap dikenakan, tidak dilepas seperti biasanya,” tambahnya.
Jenazah, lanjut Rahmad, kemudian dibungkus dengan plastik dan kemudian dilakukan tayamum. Setelah itu, jenazah pun dibungkus dengan kain kafan seperti biasa dan disalatkan, sebelum dikuburkan di pemakaman.
“Praktik pengurusan jenazah yang terkena penyakit menular tetap harus mempertimbangkan kesehatan orang yang mengurusnya,” ucap Rahmad yang juga Kepala Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 2 Bontang.
Saat sudah dikuburkan, kata Rahmad, seharusnya warga tak perlu khawatir penyakit tersebut dapat menular. Sebab, jenazah sudah dibungkus dengan plastik sehingga meminimalisasi keluarnya cairan dari tubuh. Selain itu, sifat tanah yang mengurai membuat virus tidak akan keluar dari tanah.
“Yang dikhawatirkan itu kalau saat sebelum dikuburkan, ada cairan entah air liur, atau dari anggota tubuh jenazah ada yang keluar dan mengenai bagian tubuh orang yang masih hidup. Tapi kalau sudah dikuburkan, biarkan tanah yang bekerja,” ujarnya.
Ia menganalogikan, zaman dulu, jenazah seseorang yang meninggal di tengah laut tidak dibiarkan di kapal dan menunggu dikuburkan di darat. Karena dikhawatirkan menimbulkan penyakit baru untuk penumpang lain seperti kolera. Karena itu, jenazah itu pun lantas dimandikan dan ditenggelamkan di laut dengan menggunakan pemberat.
“Lalu apakah dengan demikian laut menjadi najis dan membawa virus? Kan tidak. Apalagi dikuburkan di tanah sesuai dengan tuntunan syariat. Biarkan tanah nanti yang bekerja, karena inilah kuasa dari Allah SWT,” kata Rahmad.
Sementara itu, jika jenazah dinyatakan negatif covid-19, perlakuan terhadapnya seperti yang sudah dituntunkan dalam syariat.
“Kalau dia ODP (Orang Dalam Pemantauan) atau PDP (Pasien Dalam Pengawasan) dan dia negatif, ya seperti biasa pengurusan jenazahnya. Karena secara medis sudah terbukti (negatif),” tambahnya.
Ia berharap masyarakat tidak cemas apalagi panik. Dengan edukasi yang baik dari berbagai pihak serta penanganan yang tepat, jenazah yang terpapar virus korona tetap dapat dimakamkan secara laik sesuai tuntunan agama. (Zulfikar)
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Saksikan video menarik berikut ini:
Komentar Anda