Begitu jatuh cinta dengan sebuah mobil kuno, Jos Darmawan akan menomorduakan harga dan kondisi fisik serta mesin. Ada koleksi yang baru bisa dia peroleh setelah berjuang selama enam bulan.
FERLYNDA PUTRI, Gianyar
KALAU Anda pusing karena memiliki utang, coba cari mobil kuno. Bukan untuk membeli, tapi cukup memandangi. Bentuknya. Warnanya. Siapa tahu bisa ketawa sendiri.
Jos Darmawan sudah membuktikan sendiri: it works! ”Setiap saya touring, pasti orang-orang melihat. Tidak ada tuh yang cemberut, pasti tersenyum,” tutur Jos saat ditemui di Kebon Vintage Cars, Gianyar, Bali.
Pria 60 tahun itu adalah kolektor mobil lawas yang sudah tergolong level ”dewa.” Koleksinya mencapai 200-an mobil.
Jumat dua pekan lalu (22/3) Jos mengajak Jawa Pos menengok koleksinya yang ditempatkan di Kebon Vintage Cars. Juga, di garasi lain, di sebuah lahan tak jauh dari Kebon Vintage Cars.
Namanya memang kebon atau kebun. Tapi, bukan pepohonan yang menghuni lahan seluas 500 meter persegi itu. Melainkan, mobil beragam bentuk dan jenis. Ada bemo, ada Chevrolet Deluxe. Ada juga truk ZIL yang biasa digunakan mengangkut batu. Yang paling mahal adalah Dodge Brothers keluaran 1920.
Dodge Brothers koleksi termahal milik pengusaha resto dan sejumlah bidang usaha lain itu. Tak seperti yang lain, mobil keluaran Amerika tersebut ditutup cover. Maklum, letak Kebon Vintage Cars dekat dengan laut sehingga dapat mempercepat karat pada mesin dan bodi mobil.
Mobil tersebut bukan yang tertua, tapi 90 persen kondisinya asli. Itulah yang menyebabkan harganya mahal. Pria kelahiran Lampung itu memperkirakan harga mobil berwarna biru tersebut mencapai Rp 2 miliar.
Si Dodge Brothers memang mungkin yang termahal. Tapi, bukan mobil itu yang tersulit dia dapatkan. ”Gelar” tersebut milik Chevrolet Deluxe keluaran 1952. Jos harus bolak-balik ke Parung, Bogor, Jawa Barat. Total dia membutuhkan waktu enam bulan untuk merayu si pemilik agar melepaskannya.
Dia sering ke Jakarta agar setiap sore bisa mampir ke rumah pemilik Chevrolet Deluxe tersebut. Ngopi-ngopi sambil membicarakan mobil kuno.
Bulan pertama, belum dapat. Bulan kedua, masih alot. Bulan keenam setelah jatuh hati pada pandangan pertama, akhirnya mobil biru muda itu dia dapatkan. Bahagia bukan kepalang bisa membawa mobil yang diincar pulang.
”Hari terakhir itu saya ke Parung jam 11 siang. Pemilik lamanya baru ngasih jam 2 pagi. Lewat pesan BBM,” kenangnya.
Menurut dia, membeli mobil kuno bukan semata-mata karena menuruti kesenangan. Kalau ada mobil yang membuat Jos tertarik, dia akan kejar terus. Urusan harga bisa nomor dua.
Kondisi mesin tidak maksimal pun tak apa. Bahkan, kalau Jos harus memperbaikinya setelah membeli pun oke-oke saja.
Lalu, apa yang membuatnya mau menghargai tinggi? Kenangan. Menurut dia, hal itulah yang tidak bisa dibeli.
Misalnya, mobil Plymouth Hudson Hornet yang dia koleksi. Menurut cerita yang dia dapat, mobil tersebut kali pertama dimiliki Fatmawati, ibu negara pertama Indonesia. Karena itu pula, Hudson Hornet-nya selalu dia pasangi bendera Merah Putih di depan kap mobil.
Mobil kuno legendaris lainnya, menurut pria yang berulang tahun 17 Juni itu, adalah bemo. Ya, kendaraan roda tiga keluaran Jepang tersebut memikat hatinya. Cinta itu tumbuh karena masa kecil Jos. Dia kerap memainkan replika bemo dari kayu.
Jos kecil juga membuat mobil-mobilannya sendiri. Terbuat dari kotak sabun dan diberi laher untuk roda. Lalu, mainan murah itu didorongnya. Untuk versi yang lebih besar, dia menggunakan kardus yang berukuran lebih besar. Pokoknya yang seukuran bocah 8 tahunan. Untuk memainkannya, dia meminta temannya mendorong.
Kini dia memiliki delapan bemo. Lima di antaranya dipajang di Kebon Vintage Cars. Bemo pertamanya didapat dari Malang, Jawa Timur, pada 2008. Dua tahun setelahnya dia mendapat bemo di Bali. Sayang, mobil keduanya itu hancur karena cuaca dan tidak ada montir yang bisa membetulkan mesinnya.
Untuk kembali menghidupkan mesin mobil-mobil kesayangannya, bapak dua anak tersebut rela memanggil montir dari luar kota. Pernah dia memanggil montir mobil modern dari Bali. Bukannya bisa jalan, malah rusak.
”Giliran montir dari Malang, cukup beberapa menit jalan. Montirnya memang mantan sopir bemo,” ucapnya.
Bayu Pramana, salah seorang kolektor Volkswagen (VW) di Bali, mengamini apa yang dikatakan Jos. Melihat mobil-mobil kuno seolah mengingatkan pada masa lalu.
”Saya punya kenangan dulu waktu SD hingga SMP naik bemo. Bayarnya Rp 50. Uang saku saya Rp 150,” tutur alumnus ISI Jogjakarta itu.
Dia menceritakan bahwa merek atau nama kendaraan sering kali menjadi identitas di wilayah itu. Misalnya, sebutan bemo di Bali untuk semua mobil angkutan umum.
Menurut dia, itu karena lekatnya bemo bagi warga Bali. ”Itu dulunya angkutan umum dalam kota. Trayeknya hanya sekeliling Denpasar,” katanya.
Untuk aksesori mobil, Jos biasa memborong dari luar kota. Contohnya, lampu bemo yang dibelinya di Jakarta. Dia tidak membeli satu dua lampu saja. Ada sekitar seribu lampu yang diborong.
Untuk apa? Untuk dibagikan ke teman-teman atau hanya buat koleksi. Nah, jika tidak ada lagi aksesori asli, dia membuatnya. Yang terpenting adalah mobilnya bisa seperti semula.
Mimpi terbesarnya kini bisa touring dengan mobil-mobil yang dulu merupakan angkutan umum. Ada bemo, ada bus, ada oplet. Lalu, ajak turis asing yang di jalan. ”Pasti itu seru,” celetuknya.
Selain itu, dia bermimpi membuat museum angkut untuk mobil-mobilnya. Kebetulan selama ini dia telah keliling di beberapa museum mobil kuno di luar negeri. Di Jepang misalnya.
”Saya juga beli replikanya. Pokoknya di mana saja saya kejar,” tuturnya.
Karena bagi Jos, punya uang atau tidak, punya utang atau tidak, mobil kuno adalah obat paling mujarab. Bikin senyum, bikin bahagia. (*/c10/ttg/jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post